PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION)
Tinjauan umum Civic
Education
Menurut Zamroni Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic
Education adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan
warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas
menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah
bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Sementara itu menurut Azyumardi Azra, Pendidikan
Kewargaan adalah pendidikan yang membahas tentang pemerintahan, konstitusi,
lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warganegara,
proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam
masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan system yang terdapat
dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi public dan sistem hukum,
pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis,
penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antar budaya dan
kelestarian lingkungan hidup serta hak asasi manusia.
Jadi, pendidikan kewargaan dan pendidikan kewarganegaraan
pada satu sisi identik, akan tetapi pada sisi yang lain, istilah pendidikan
kewargaan secara substantif tidak saja
mendidik generasi muda menjadi warganegara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah pendidikan kewarganegaraan, melainkan juga membangun
kesiapan warganegara menjadi warga dunia (global Society).
Civic education dapat diartikan juga sebagai
pendidikan kewarganegaraan yang memiliki paradigma baru, yaitu pendidikan
kewarganegaraan berbasis Pancasila.
TUJUAN CIVIC EDUCATION
Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006,
tujuan pendidikan kewarganegaraan dirumuskan dalam visi, misi dan kompetensi
sebagai berikut:
- Visi: merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
- Misi: Untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya,agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Tujuan civic
education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam
kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, maupun nasional.
Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus didasarkan pada
pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak-hak serta
tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan:
1.
penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu,
2.
pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris,
3.
pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, dan
4.
komitmen yang benar terhadap nilai dan prisip
fundamental demokrasi.
Dalam
civic education mengembangkan tiga
komponen utama:
1.
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
2.
kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan
3.
watak-watak kewarganegaraan (civic dispositions).
Civic Education dituntut mampu
memberdayakan warganegara untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh
dengan kesadaran dari berbagai alternatif yang ditawarkan, memberikan
pengalaman-pengalaman dan pemahaman yang dapat memupuk berkembangnya komitmen
yang benar terhadap nilai-nilai dan prinsip yang memberdayakan sebuah
masyarakat bebas untuk tetap bertahan.
Ace
Suryadi mengatakan bahwa Civic Education
menekankan pada empat hal :
Pertama,Civic Education bukan sebagai
Indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi
politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi
bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara
langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku
pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
Kedua,Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter
bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya
nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan
(civic intelligence), tanggung jawab (civic
responbility), dan partisipasi (civic
participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan
perilaku demokrasi.Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan
kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut
memecahkan permasalahan lingkungan.Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam
kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar
pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan
mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi
pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan
nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial
dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses
itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional,
emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial
dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku
demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui
penerapan cara hidup berdemokrasi (doing
democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa
diharapkan akan seceptnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Civic
education dapat memberikan nilai-nilai demokrasi dengan tujuan :
Pertama, Dapat memberikan sebuah
gambaran mengenai hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral
suatu bangsa dalam upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju
demokrasi, dengan mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kedua, Menjadikan warga negara yang baik
(good citizen) menuju kehidupan
berbangsa dan bernegara yang mengedepankan semangat demokrasi keadaban,
egaliter serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Ketiga, Meningkatkan daya kritis
masyarakat sipil.Keempat, Menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat
sipil secara aktif dalam setipa kegiatan yang menunjang demokratisasi, penegakan
HAM dan perwujudan civil society.
Kompetensi, Landasan
Ilmiah, dan Landasan Hukum Civic Education
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam dari mata kuliah Civic
Education:
1.
agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki
pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
2.
agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya
mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan
damai.
3.
agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu
berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi
nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal.
4.
agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif
terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi.
5.
agar mahasiswa mampu memeberikan kontribusi dan solusi
terhadap berbagai persoalan kebijakan publik.
6.
agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar
secara bijak (berkeadaban).
- Akhirnya dapat menjadi ilmuan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air demokratis, berkeadaban.
Sedangkan yang menjadi Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum
dalam Civic Education:
- Landasan Ilmiah
Secara ilmiah pendidikan kewarganegaraan
dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya baik dilihat dari sisi
pemikiran, objek pembahasan, rumpun keilmuan dan metodologi pembahasan.
b. Landasan
Hukum
a. UUD 1945.
1)
ukaan UUD’45 alinea kedua dan keempat yang memauat cita-cita dan tujuan bangsa
2)
Pasal 27 ayat 1 mengenai persamaan kedudukan dalam hukum.
3)
Pasal 30 ayat 1 mengenai kewajiban bela negara.
4)
Pasal 31 ayat 1 mengenai hak mendapatkan pengajaran
b.Tap MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
c. Undang-undang No. 20
tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan Negara
Republik Indonesia.
d. Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Adapun tujuan Pendidikan kewargaan sebagaimana ditulis oleh
Tim Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Jakartadalam bukunya
yang berjudul Demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani adalah:
- Menjadikan warga yang baik dan demokratis
- Membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab
- Menghasilkan warga yang berpikir komprehensif, analitis dan kritis
- Mengembangkan kultur demokrasi
- Membentuk mahasiswa menjadi good and responsible citizen
IDENTITAS NASIONAL
Konsep dasar Identitas Nasional
Secara etimologis identitas nasional berasal dari kata
“identitas” dan “Nasional”.Kata identitas berasal dari Bahasa inggris identity
yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada
seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata
“nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada
kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia dari sekedar pengelompokan
berdasarkan ras, agama,budaya, bahasa dan sebagainya.
Kata nasional tidak bias dipisahkan dari kemunculan konsep
nasionalisme. Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di
mana kesetiaan seseorang total diabdikan langsung kepada Negara bangsa atas
nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alt
perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.Semangat
nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebuah
metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan siapa
kawan.
Unsur- unsur Pembentukan Identitas Nasional
Unsur- unsur Pembentukan Identitas Nasional adalah:
- Suku Bangsa, yaitu golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.
- Agama;
- Kebudayaan, yaitu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak.
- Bahasa, dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Faktor pendukung Kelahiran Identitas nasional
1. Ramlan
Surbakti (1999) menyatakan faktor-faktor pembentukan identitas nasional adalah
sebagai berikut:
- Primordial. Yang meliputi ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa, daerah asal, bahasa, dan adat istiadat. Contoh, bangsa Yahudi membentuk negara Israel
- Sakral, berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau idiologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Contoh negara Uni Sovyet diikat oleh kesamaan idiologi komunis.
- Tokoh. Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa-negara. Contoh Mahatma Ghandi di India, Tito di Yugoslavia, Nelsen Mandella di Afrika Selatan, dan Soekarno di Indonesia.
- Bhineka tunggal Ika. Prinsip bhineka tunggal ika pada dasarnya adalah kesedian warga bangsa untuk bersatu dalam perbedaan. Yang disebut bersatu dalam perbedaan adalah kesedian warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan pemerintahnya, tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras dan agamanya.
- Sejarah. Persepsi yang sama di antara warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekat da tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu.
- Perkembangan Ekonomi. Perkembangan ekonomi akan melahirkan spesialisasi pekerjaan dan profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling bergantung di antara jenis pekerjaan. Kondisi ini akan melahirkan solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.
- Kelembagaan. Lembaga-lembaga tersebut antara lain lembaga birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan da partai politik. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat mempersatukan orang sebagai satu bangsa.
2. Robert de Ventos dalam
Suryono (2002) mengemukakan empat faktor penyebab munculnya identitas nasional
sebagai berikut:
a. Faktor
primer yang mencakup etnisitas, teritorial, bahasa,agama dan yang
sejenisnya.
b. Faktor
pendorong yang meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi.
c. Faktor
penarik yang meliputi kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi,
tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional.
d. Faktor
reaktif yang meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas
alternatif melalui memori kolektif rakyat.
Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Bahasa
Nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
b. Bendera
negara yaitu Sang Merah Putih.
c. Lagu
kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
d. Lambang
negara yaitu Garuda Pancasila.
e. Semboyan
negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
f. Dasar
falsafah negara yaitu Pancasila.
g. Konstitusi
(hukum dasar) negara yaitu UUD 1945.
h. Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
i.
Konsepsi wawasan Nusantara.
j.
Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai
kebudayaan nasional.
Integrasi Nasional: Penyatuan bagian-bagian yang
berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih uth atau
memadukan masyarakat masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu
bangsa.
NEGARA DAN WARGA NEGARA
Konsep Negara
Negara merupakan terjemahan dari kata asing yaitu state
(bahasa Inggris), staat(bahasa Belanda dan Jerman), dan etat
(bahasa prancis). Ketiga kata tersebut diambil dari bahasa latin yaitu status
dan statum yang artinya menempatkan dalam keadaan berdiri, membuar
berdiri, dan menempatkan. Dapat pula diartikan sebagai suatu keadaan yang tegak
dan tetap atau sesuatu yang memilki sifat yang tegak dan tetap.
Menurut Kamus Besar Bahasa indonesia negara memunyai dua
pengertian berikut. Pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.Kedua, negara
adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Pengertian negara menurut beberapa ahli atau pakar kenegaraan:
a. Max
Weber mengartikan Negara sebagai suatu masyarakat yang memiliki monopoli
dalam penggunaan kekerasan fisik secara syah dalam suatu wilayah.
b. Mr.
Kranenburg mendefinisikan Negara sebagai organisasi yang timbul karena
kehendak dari sutu golongan atau bangsa sendiri.
c. Georg
Jellinek. Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekolompok manusia yang
telah berkediaman di wilayah tertentu.
d. Kranenburg.
Negara adalah organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau
bangsanya sendiri.
e. Roger
F. Soultau. Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
f. Soenarko.
Negara adalah organisasi kekuasan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di
mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya.
g. George
Wilhelm Fredrich Hegel. Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul
sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
h. R.
Djokosoetono. Negara ialah suatu organisasi masyarakat atau kumpulan
manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
i.
Jean Bodin. Negara adalah suatu
persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpiN oleh akal dari
suatu kuasa yang berdaulat.
j.
Mirriam Budiardjo. Negara adalah suatu
daerah toritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang
berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada perundangan melalui penguasaan
kontrol dari kekuasaan yang sah.
Paradigma teoritik Islam tentang Negara:
a. Paradigma
tentang teori khilafah (sesudah Rasulullah), yang terjadi pada masa Khulafa
al Rasyidin
b. Paradigma
tentang teori Imamah dalam paham Syi’ah.
c. Paradigma
tentang teori Imamah atau pemerintahan
Teori Khilafah menurut Amien Rais dipahami sebagai suatu misi
umat Islam yang harus ditegakkan di muka bumi ini untuk kemakmuran sesuai
dengan petunjuk dalam peraturan Allah SWT.Sedangkan Imamah dalam Al-Qur’an
(pengertian Negara dalam al-Qur’an) tidak tertulis, tapi jika yang dimaksud
disini adalah pemimpin, al-Qur’an menjelaskan bagaimana hubungan pemimpin
dengan warganya serta sebaliknya serta bagaiman sikap pemimpin yang baik.
Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan secara
sederhana, bahwa Negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya
diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warganya untuk taat
pada peraturan perundang-undangan melalui penguasa monopolistis dari kekuasaan
yang sah. (Budianto, Tata Negara; 2000)
Unsur-unsur negara
- Rakyat. Yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.
- Wilayah. Yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara.
- Pemerintahan yang berdaulat. Yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut.
Teori Terjadinya Negara
Beberapa teori terjadinya negara secara teoritis adalah
sebagai berikut:
- Teori hukum alam. Menurut teori hukum alam terjadinya negara adalah sesuatu yang alamiah. Bahwa sesuatu itu berjalan menurut hukum alam, yaitu mulai dari lahir, berkembang, mencapai puncaknya, layu dan akhirnya mati. Negara terjadi secara alamiah, bersumber dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berkumpul dan saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
- Teori Ketuhanan. Teori ini muncul setelah lahirnya agama-agama besar di dunia yaitu Islam dan Kristen. Menurut teori ketuhanan, terjadinya negara adalah karena kehendak Tuhan, didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan memiliki kekuasaan mutlak di dunia. Negara dianggap penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para raja atau penguasa merupakan titisan Tuhan atau wakil Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan menyelenggarakan pemerintahan.
- Teori Perjanjian. Teori perjanjia muncul sebagai reaksi atas teori hukum alam dan teori Ketuhanan. Tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu. Menurut teori perjanjian negara terjadi sebagai hasil perjanjian antar manusia/individu.Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu keadaan sebelum bernegara dan keadaan setelah bernegara. Negara pada dasarnya adalah wujud perjanjian dari masyarakat sebelum bernegara tersebut untuk kemudia menjadi masyarakat bernegara.
Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
- Penaklukan
- Peleburan
- Pemecahan
- Pemisahan
- Perjuangan atau revolusi
- Penyerahan atau pemberian
- Pendudukan atas wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya.
Fungsi Dan Tujuan Negara
Setiap Negara disamping memilki tujuan dan fungsi yang
berhubungan erat dengan tujuan. Hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara
adalah:
- Melaksanakan ketertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan dalam masyarakat.
- Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
- Mengusahakan pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar.
- Menegakkan keadilan yang dilaksanakan yang dilaksanakan melalui badan peradilan. (Budiyanto, Tata Negara; 2000).
Sedangkan dikalangan para tokoh sendiri belum ada
persamaan-persamaan mengenai fungsi Negara, yaitu sebagai berikut:
a.John Locke, fungsi Negara, yaitu:
1) Fungsi
Legislatif, untuk membuat peraturan.
2) Fungsi eksekutif,
untuk melaksanakan peraturan
3) Fungsi Federatif, untuk mengurusi urusan
luar negeri dan urusan perang dandamai
b. Montesqueiu., ada tiga fungsi Negara, yaitu:
1) Fungsi
Legislatif, membuat undang-undang.
2) Fungsi
Eksekutif, Melaksanakan UU.
3) Fungsi
Yudikatif, Mengawasi agar semua peraturan ditaati (Trias Politika).
c. Van volen Hoven, ada empat fungsi:
1). Regelin, membuat peraturan.
2). Bestuur, menyelenggarakan pemerintahan.
3). Rech spraah, mengadili.
4). Politie, ketertiban dan keamanan
d. Good Now, dua fungsi Negara:
1). Policy Making , membuat kebijaksanaan Negara dalam waktu tertentu
untukseluruh masyarakat.
2). Policy executing, membuat kebijaksanaan yang harus dijalankan untuk
mencapai Policy Making
e. Menurut Mirriam Budiardjo,fungsi pokok negara adalah sbb:
1).Melaksanakan
penertiban untuk mencapai tujua bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam
masyarakat.
2). Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya.
3). Pertahanan.
4). Menegakkan keadilan
Tujuan Negara
Tujuan Negara dapat bemacam-macam antara lain:
a. Memperluas
kekuasaan semata
b. Menyelenggarakan
ketertiban umum
c. Mencapai
kesajahteraan umum
Adapun tujuan Negara, menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
a. Roger
H. Soltau. Tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
b. Harold.
J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyatnya
mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
c. Plato.
Tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai makhluk sosial.
d. Thomas
Aquino dan Agustinus. Untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan
tentram dengan taat kepada pimpinan Tuhan.
Bentuk Negara Dan Pemerintahan
Ada beberapa teori tentang terbentuknya Negara, yaitu:
a. Teori
kontrak sosial (social contract), beranggapan bahwa negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat
b. Teori
Ketuhanan, yaitu Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negar
ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemipin Negara hanya bertanggung jawab
pada Tuhan dan tidak pada siapapun.
c. Teori
Kekuatan, Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat
terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan
pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang
lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan
Negara.
d. Teori
Organis, Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau
binatang. Individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai
sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan korporal dari Negara dapat disamakan
sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf , raja
sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.
e. Teori
histories, lembaga-lembaga social tidak dibuat, tetapi tumbuh secara
evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Bentuk-bentuk Negara
Bentuk Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu Negara
kesatuan (Unitarisme) dan Negara serikat (federasi).
a. Negara
kesatuan, nerupakan bentuk Negara yang merdaka dan berdaulat, dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah.
b. Negara
serikat, kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas negaras bagian,
karena ia berhubungan langsungdengan rakyatnya. Sementara Negara federasi
bertugas untuk menjalnkan hubungan luar negeri, pertahanan Negara, keuangan dan
urusan pos.
Dilihat dari sisi jumlah orang yang memerintah dalam sebuah
Negara, maka bentuk Negara terbagi dalam empat kelompok, yaitu:
a. Monarchie
(kerajaan,kesultanan, kekasisaran) ialah negara yang dikepalai oleh seorang
raja, dan bersifat turun temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Monarchie
terbagi menjadi beberpa macam:
·
Monarchie mutlak (absolut) yaitu seluruh
kekuasaan negara berada di tangan raja, raja mempunyai kekuasaan dan wewenang
tidak terbatas. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan.
Kehendak raja adalah kehendak rakyat. Contoh Prancis di bawah Louis XIV dan
Louis XVI. Spanyol di bawah Raja Phillip II, Rusia di bawah Tsar Nicholas.
·
Monarchie terbatas (monarchie dengan
Undang-undang) adalah monarchie di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi
(UUD).
·
Monarchie Parlementer adalah suatu
monarchie di mana terdapat suatu parlemen (DPR). Terhadap dewan para menteri
baik perseorang maupun secara keseluruhan mempertanggung jawabkan
pemerintahannya. Raja selaku kepala negara hanya merupakan lambang kesatuan
negara yang tidak dapat diganggu-gugat dan tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Yang bertanggungjawab atas kebijakan pemerintah adalah para menteri.
Contoh Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris.
b. Republik.
Berasal dari bahasa latinRespublica yang artinya kepentinga umum, ialah
negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh seorang presiden sebagai
kepala negara yang dipili dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan
tertentu (misalnya USA selama 4 tahun, Indonesia selama 5 Tahun). Seperti
halnya negara monarchie, negara republik terdiri atas republik mutlak, republik
konstitusional dan republik parlementer yang sistemnya sama seperti monarchie
hanya saja kepala negaranya seorang presiden bukan raja. Contoh Romawi Kuno,
Yunani Kuno dan Swiss.
c. Aristokrasi
(Oligarki) ialah negara dengan pemerintahan yang pimpinan tertingginya
terletak di tangan beberapa orang, biasanya dari golongan feodal, golongan yang
berkuasa. Beberapa negara Aristokrasi antara lain, Pertama, berdasarkan
kelahiran (bangsawan) dan hak milik tanah (Negara Inggris abad ke-18,
Negara-negara Yunani Purba). Kedua, berdasarkan kelas militer (Negara
Prancis di masa Napoleon). Ketiga, berdasarkan kelas kepadrian/kesukuan
(Negara Persia Lama). Keempat, berdasarkan birokrasi
d. Demokrasi
ialah suatu negara dengan pemerintahan yang pimpinan tertingi terletak di
tangan rakyat. Untuk mewujudkan negara demokrasi diperlukan beberapa
persayaratan antara lain:
·
Harus didukung oleh persetujuan umum;
·
Hukum yang berlaku dibuat oleh wakil-wakil rakyat
yang dipilih melalui referendum
yang luas atau melalui pemilu;
·
Kepala negara dipilih langsung atau tidak
langsung melalui pemilu dan bertanggung jawab kepada dewan legislatif;
·
Hak pilih aktif diberikan kepada sejumlah besar
rakyat atas dasar kesederajatan;
·
5).Jabatan-jabatan pemerintah harus dapat
dipangku oleh segenap lapisan rakyat.
Sistem Pemerintahan
a.
Sistem Parlementer, merupakan sistem
pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan legislatif sangat erat. Hal
ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para menteri terhadap parlemen.Maka
setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara
terbanyak dari parlemen.
Adapun ciri-ciri umum sistem pemerintahan
parlementer antara lain:
1). Kabinet yang dipimpin
oleh perdana menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan yang menguasai
parlemen;
2). Raja/Ratu atau
Presiden adalah sebagai kepala negara, dia tidak bertanggung jawab atas segala
kebijakan yang diambil oleh kabinet;
3). Para anggota kabinet
mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula
seluruhnya bukan anggota parlemen;
4). Kabinet dengan
ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen (Legislatif);
5). Dengan saran atau
nasihat Perdana menteri kepala negara dapat membubarkan parlemen;
6). Kekuasaan kehakiman
secara prinsipil tidak digantungkan kepada lembaga eksekutif danlegislatif, hal
ini untuk mencegah intimidasi dan intervensi dari lembaga lain.
b.
Sistem Presidensial, adalah suatu
pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada bada
perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar
pengawasan (langsung) parlemen.
Secara umum pemerintahan
presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1). Presiden adalah kepala
eksekutif yang memimpin
kabinetnya yang semuanya diangkat
olehnya dan bertanggung jawab kepadanya.
2). Presiden tidak dipilih
oleh badan legislatif, tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia
bukan bagian dari badan legislatif seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer.
3). Presiden tidak
bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat dijatuhkan oleh badan
legislatif.
4). Sebagai imbangannya, presiden tidak dapat
membubarkan badan legislatif.
c.
Sistem Pemerintahan Quasi pada hakekatnya
merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem
pemerintahan presidensial. Hal ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda
sehingga melahirkan bentuk-bentuk semuanya.
d.
Sistem Pemerintahan Referendum merupakan
bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensial) dan sistem presidensiil
murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang
mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.
HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA
Mengapa Manusia Perlu Beragama?
Tanpa agama, manusia tidak akan dapat mengetahui
norma-norma universal, Tanpa agama, manusia tidak akan dapat mengetahui hal –
hal yang berkaitan dengan kehidupan di alam supra natural.
Agama dapat di kategorikan dua macam, yaitu agama samawi
dan agama bukan samawi atau yang sering di sebut agama ardli.Agama Islam,
Kristen, dan Yahudi adalah agama-agama samawi, yaitu yaitu agama yang diyakini
sebagai agama yang diwahyukan kepada nabi dan rasul-Nya untuk di sampaikan kepada
umatnya. Sedangkan agama -agama seperti Hindu, Budha, dan Konghucu adalah agama
yang tidak di turunkan oleh Tuhan kepada nabi atau rasul-Nya untuk
disampaikanan kepada umatnya, tapi agama – agama itu adalah ciptaan manusia.
Agama-agama yang di sebutkan terakhir itu adalah contoh dari agama bukan
samawi, atau agama ardli.
Manusia beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari
agama itu.Manusia memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di
dunia dan akhirat.Dengan agama manusia juga bisa mendapatkan nilai-nilai moral
yang universal, dan hal – hal yang tidak dapat dicapai dengan akal
semata.Mungkinkah manusia hidup secara lebih baik tanpa agama?Jika manusia
beragama.Apakah juga perlu manusia bernegara.
Mengapa Manusia Perlu Bernegara?
Bayangkan, bila suatu kelompok masyarakat tidak mempunyai
negara, apa yang akan terjadi? Bagaiman bila tidak ada wilayah, tidak ada
pemerintah , tidak ada kepala negara? Apakah dalam kondisi seperti itu,
masyarakat tadi dapat hidup dengan teratur?Dapatkah nereka menjalankan aturan
bersama?Dapatkah mereka melakukan aktivitas hidup dengan tertib?
Mengapa manusia perlu bernegara tanpaknya perlu
disimpulkan bahwa manusia tidak akan dapat hidup dengan teratur tanpa adanya
negara. Mereka juga tidak akan hidup tertib dan menjamin keamanan bersama,
tanpa adanya negara. Tanpa adanya wilayah, ketertiban umum bagi masyarakat juga
tidak mungkin terjamin.
Bagaimana Hubungan Agama dan Negara
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan
yang terus berkelanjutan di kalanga para ahli.Pada hakekatnya negara merupakan
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat manusia sebagai mahluk
individu dan mahluk sosisal.
Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga Negara, adalah
juga makhluk Tuhan.Sebagai mahluk sosial, manusia mampunyai kebebasan untuk
memenuhi dan memenifestasikan kodrat kemanusiaannya.Namun, sebagai mahkluk
Tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada Nya dalam bentuk
apapun yang di ajarkan agama atau keyakinan yang di anutnya.
Keyakinan Manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan
agama dan negara dalam kehidupan manusia.Berikut di uraikan beberapa contoh
perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham.
Hubungan Agama dan Negara
Menurut beberapa Paham
a.
Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama
dan Negara digambarkan sebagi dua hal yang tidak dapat di pisahkan.Menurut
sejarah, dalam perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi kaisar
mereka, karena menurut mereka, kaisar adalah anak Tuhan. Di negara Tibet juga
demikian bahwa apa yang disebut sebagai Dalai Lama diyakini sebagai penjelmaan
Tuhan di muka bumi ini. Kedua Kasus ini adalah contoh dari praktik pemerintahan
dalam paham teokrasi langsung.
Selain sistem teokrasi langsung ada
pula teokrasi tidak langsung. Jika dalam pemerintahan teokrasi langsung, raja
atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan, maka dalam pemerintahan
teokrasi tidak langsung, bukan Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah
raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.
Dapat dilihat dalam sejarah, raja di
negara Belanda diyakini sebagai pengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang,
merupakan amanat suci (mission sacre) dari Tuhan untuk memakmurkan
rakyatnya.Politik seperti inilah yang diterapkan oleh pemerintah Belanda pada
saat menjajah Indonesia.Mereka meyakini bahwa raja mendapat amanat suci dari
Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah jajahannya itu.
Dalam pemerintah teokrasi tidak
langsung, sistem dan norma – norma dalam agama di rumuskan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Karena perbedaan paham ini.Maka praktik pemerintahan ini
berbeda pula.
b. Paham
Sekuler
Paham
sakuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara.Dalam negara sakuler,
tidak ada hubungan antara sistem agama dan kenegaraan. Karena negara adalah
urusan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah
hubungan manusia dengan Tuhan.Dua hal ini, menurut paham sakuler, tidak dapat
di satukan.
Dalam
negara sakuler, sistem dan norma-norma hukum positif dipisahkan dengan
nilai-nilai dan norma-norma agama. Meskipun memisahkan antara agama dan negara,
pada lazimnya negara sakuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama
apa saja yang mereka yakini, tapi negaranya tidak ikut campur tangan dalam
urusan agama.
c. Paham
Komunisme
Pahan komunisme memandang hakikat
hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi materialisme dialektis dan
materialisme historis.Paham ini menimbulkan paham atheis, yang berarti tidak
bertuhan.Paham yang dipelopori oleh Karl Marx ini.Memandang agama sebagai candu
masyarakat (Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97-98).Menurutnya, manusia di
tentukan oleh dirinya sendiri.Agama, dalam paham ini, dianggap sebagai suatu
kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri
yang kemudian menghasilkan masyarakat negara.Sedangkan agama dipandang sebagai
realisasi fantastis mahluk manusia, dan agama adalah keluhan mahluk
tertindas.Nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi, karena manusia
sendiri padahakekatnya adalah materi.
Hubungan agama dan Negara
perspektif Islam
Dalam Islam, hubungan agama dan negara menjadi perdebatan
yang cukup hangat dan berlanjut hingga kini antara para ahli. Bahkan menurut
Azyumardi Azra (1996:1), berdebatan ini telah berlangsung sejak hampir satu
abad, dan berlangsung hingga dewasa ini.
Masih menurut Azyumardi, ketegangan perdebatan tentang
hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara
Islam sebagai agama (din) dan negar (dawlah). Sumber dari
hubungan yang canggung tadi di atas, berkaitan dengan kenyataan bahwa din dalam
pengertian terbatas pada hal – hal yang brkenaan dengan bidang – budang
ilahiah, yang bersifat sakral dan suci. Sedangkan politik kenegaraan (siyasah)
pada umumnya merupakan bidang prafon atau keduniaan.
Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut
Munawir Sjadzali (1990:235-136) ada tiga aliran yang menanggapinya.Pertama,
aliran yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup
segala-galanya, termasuk masalah negara.Oleh karena itu agama tidak dapat
dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama, serta
sebaliknya.
Aliran kedua, mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya
dengan agama, karena Islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau
pemerintahan.Menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak ada misi untuk mendirikan
agama.
Aliran ketiga, berpendapat bahwa Islam ini tidak mencakup
segala-galanya, tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang
kehidupan bermasyarakat, termasuk bernegara.Oleh karena itu, dalam negara, umat
Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang di
ajarkan secara garis besar oleh Islam.
Hussein Muhammad, menyebutkan bahwa dalam Islam ada dua
model hubungan agama dan negara. Model yang petama yaitu hubungan integralistik
dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, dimana agama dan negara merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Model hubungan kedua adalah hubungan simbiosis mutualistik.Model
hubungan negara dan agama model ini, masih menurut Hussain Muhamma, menegaskan
bahwa negara dan agama terdapat hubungan yang saling membutuhkan.Menurut
pandangan ini, agama harus dilaksanakan dengan baik.Hal ini hanya dapat
terlaksakan bila ada lembaga yang bernama negara.Sementara itu, negara juga
tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab tanpa agama, akan
terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.
Ibnu Tamiyah, seorang tokoh terkemuka Sunni Salafi, bahwa
agama dan negara benar -benar berkaitan. Tanpa kekuasaan negara yang sifatnya
memaksa, agama berada dalam bahaya.Sementra itu, negara tanpa disiplin hukum
wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Selanjutnya Al-Ghazali dalam bukunya Aliqtishad
fiali’tiqad, mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak kembar.Agama
adalah dasar, dan penguasa kekuasaan negara adalah penjaga. Segala sesuatu yamg
tidak di jaga atau tidak memiliki penjaga maka akan sia-sia.
Kebijakan Politik tentang Agama
Di
masa pemerintahan Ordelama, Presiden Soekarno ingin memisahkan agama dam
negara.Agama harus berdiri sendiri, dan negara tidak usah dikaitkan dengan
agama.Pendapat Soekarno tersebut di dasari oleh Mustofa kamal Ataturk dari
Turki dengan ajaran sukulerisasinya.Meskipun demikian, pemerintahan Soekorno,
seperti yang dilihat, bagaimanapun tetap mengurus soal-soal tentang agama.
Menurut Faisal Ismail (1999 : 35-36) Soekarno tidak ingin memisahkan secara
radikal antara agama dan negara, karena agama dalam pandangan politiknya tetap
mempunyai dalam negara.
Pada massa Orde Lama terjadi perdebatan yang amat tajam
antara Soekarno, yang memaksa dirinya sebagai kelompok nasionalis, dan kelompok
M. Natsir, yang menyebut dirinya sebagai modernis.
Penjelasan lebih lanjut tentang polemik Soekarno dan M.
Natsir ini di jelaskan oleh Moh.Mahfud (1999:55-57) sebagai berikut. Soekarno
berpendirian bahwa demi kemajuan agama dan negara sendiri, negara dan agama
harus di pisahkan, Sedangkan Natsir berpendirian sebaliknya, bahwa agama harus
di urus oleh negara, sedangkan negar di urus oleh ketentuan – ketentuan agama.
Di massa pemerintahan Orde Baru, hubungan agama dan negara
mengalami perubahan – perubahan dan perkembangan-perkembangan yang cukup
signifikan. Dalam kata yang lebih tegas, kebijakan politik pemerintah Orde Baru
terhadap Islam adalah bersifat mendorong sebagai aktivitas keagamaan Islam dan
membatasi berbagai aktivitas politik Islam. Dalam kata lain, dapat di katakan
bahwa pemerintah Orde Baru lebih suka memperlakukan Islam sebagai sistem kepercayaan
bagi pengikut – pengikutnya, ketimbang sebagai ideologi atau politik.
Kebijakan politik yang amat mencolok di masa Orde Baru
adalah penetapan asas tunggal bagi partai politik dan ORMAS.Setidaknya secara
formal, semua PARPOL yang ada hanya mempunyai asas Pancasila, tidak ada yang
mempunyai asas agama tertentu, termasuk Islam.
Kondisi seperti yang digambarkan di atas, secara berangsur
– angsur berubah menjelang tahun 90-an. Masa inilah yang diseut masa bulan madu
(rapprochement) antara umat Islam dan pemerintah.Inilah yang di sebut
oleh Munawir Sjadzali mantan Menteri Agama RI bahwa inspirasi umat Islam justru
lebih banyak terakomodasi di saat di Indonesia tidak ada partai Islam. Sebagai
rangkuman di atas gambaran Syafi’i Anwar (1995:ix – xi) berikut ini dapat
membantu kita memahami sedikit banyaknya hubungan agama dan negara.
Format Orde Baru dalam kurun waktu 1966-1993 mengalami
tiga periodisasi.Periode yang pertama, periode awal Orde Baru hingga tahun
1970-an, yang mencerminkan hubungan hegemonik antara Islam dan Pemerintah Orde
Baru. Periode kedua, masih menurut Syafi’i Anwar, adalah periode 1980-an,
dimana hubungan antara Islam dam birokrasi bersifat resiprokal, yaitu suatu
hubungan yang mengarah pada tumbuhnya saling pengertian timbal balik serta
pemahaman di antra dua belah pihak. Soal politik, misalnya diselesaikan bersama
dan di harapkan dapat memertemukan kepentingan masing – masing.
Periode ketiga adalah adalah dekade 1990-an, berkat
artikulasi dan peranan cendekiawan muslim, hubungan Islam dan Orde Baru
berkembang menjadi akomodatif. Hal ini di tandai dengan semakin responsifnya
kalangan birokrasi terhadap, yang antara lainnya sejumlah kebijakan yang
mengakomodasi aspirasi umat Ialam.
Sekarang bagaimanakah kebijakan pemerintah terhadap agama
di masa reformasi?Pemerinta reformasi, di awali lengsernya Soeharto dari kursi
Kepresidenan dan digantikan oleh BJ.Habibi, merupakan tonggak awal sejarah
demokrasi dalam arti yang luas di negara Indonesia.Demokrasi ini berdampak pada
kebebasan berpolitik dan mengekspresikan ajaran agama.
Kebebasan politik, yang ditandai dengan munculnya 48
partai politik peserta PEMILU 1999, di mana partai politik bebas menetukan
asasnya dan tidak lagi menggunakan asas tunggal-Pancasila, merupakan indikator
bahwa pemerintah sudah mengurangi intervensi kebebasan politik kepada
warganegara. Hal ini pun dalam sektor agama, dimana pemerintah membrerikan
kebebasan kepada pemeluknya untuk mengatur dan mengamalkannya.
Dengan demikian, dapat di katakan bahwa hubungan agama dan
negara di Orde dan Pasca Reformasi, adalah hubungan yang amat menggembirakan
para pemeluk agama. Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan politik tentang
agama, setidaknya hingga tulisan ini di
turunkan.
Warga Negara dan
kewarganegaraan
Konsep tentang Warga
Negara dan Kewarganegaraan
1. Warga negara
mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan.
Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Istilah warga negara
merupakan terjemahan kata citizen (Bahasa Inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut:
a.
Warga negara
b. Petunjuk
dari sebuah kota;
c. Sesama
warga negara, sesama penduduk, orang setanah air;
d.
Bawahan atau kawula
2. Kewarganegaraan
memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Pengertian
kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
- Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis. Dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Contohnya adalah akta kelahiran, surat pernyataan dan lain-lainnya. Dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
- Kewarganegaraan dalam arti formil dan materiil. Dalam arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik. Dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kedudukan Warga Negara Dalam Negara dan asas-asas
kewarganegaraan
Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi
kelahiran yang dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan asas ius
sanguinis.Ius artinya hukum atau dalil.Soli berasal dari kata
solum yang artinya negeri atau tanah.Sanguinis berasal dari kata sanguis
yang artinya darah.
- Asas ius soli. Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan.
- Asas Ius Sanguinis. Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut.
Adapun dalam menentukan kewarganegaraan digunakan dua stelsel
kewarganegaraan disamping dua asa yang tersebut diatas, yaitu stelsel
aktif dan stelsel pasif.
- stelsel aktif, seseorang harus melakukan tindakan-tindakan hokum secara aktifuntuk menjadi warganegara.
- stelsel pasif, seseorang dengan sendirinyadianggap menjadi warganegara tanpa melakukan tindakan-tindakan hokum tertentu.
Berhubungan dengan dua stelsel tersebut kita harus membedakan
antara hak opsi dan hak repudiasi.
- Hak opsi, yaitu hak yang digunakan untuk memilih kewarganegaraan (dalam stelsel aktif).
- Hak repudiasi, yaitu hak yang digunakan untuk menolak kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
Dwi Kewarganegaraan
Dalam menentukan kewarganegaraan, beberapa Negara menggunakan
asa ius soli, adapun dinegara lainnya berlaku asa ius sanguinis. Hal ini dapat
memunculkan tiga kemungkinan, yakni:
a.
Apatride,
istilah bagi orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan.
b.
Bipatride,
terjadi karena seseorang yang berkewarganegaraan ius sanginis melahirkan anak
di Negara berasaskan ius soli, maka anak yang dilahirkan akan diakui sebagai
warganegara orang tuanya dan juga diakui sebagai warganegara tempat
kelahirannya.
c.
Multipatride,
seseorang ang memilki dua atau lebih status kewarganegaraan.
Warga Negara Indonesia
Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi
warga negara. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 1945 sebagai
berikut:
- Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bansa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
- Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang.Berdasarkan hal di atas, maka orang yang dapat menjadi warga
negara Indonesia adalah:
a. Orang-orang
bangsa Indonesia asli;
b. Orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara.
Undang-undang mengenai warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
- UU No. 3 Tahun 1946 tentang warga negara dan penduduk negara.
- UU No.6 Tahun 1947 tentang perubahan atas UU No. 3 tahun 1946 tentang warga negara dan penduduk negara.
- UU No. 8 Tahun 1947 tentang memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewargaan Negara Indonesia.
- UU No. 11 Tahun 1948 tentang memperpanjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubungan dengan kewargaan Negara Indonesia.
- UU No. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
- UU No. 3 Tahun 1976 tentang perubahan atas pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
- UU No. 12 Tahun 2006 tentan kewarganegaraan Republik Indonesia.
Beberapa ketentuan yang diatur dalam UU No 12
Tahun 2006 antara lain sbb:
Tentang siapa yang menjadi warga negara
Indonesia, dinyatakan bahwa warga negara Indonesia adalah:
o Setiap
orang yang berdasarkan peraturan perundang undangan
dan/berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia
dengan negara lain sebelum Undang-undang ini berlaku
sudah menjadi warga negara Indonesia;
o Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;
o Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
o Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara asing
dan ibu warga negara Indonesia;
o
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyaikewarganegaraan atau hukum negara asal
ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan
kepada anak tersebut
o
Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari
setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga
negara indonesia;
o
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara Indonesia;
o
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara
Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 tahun dan/belum kawin;
o
Anak yang lahir di wilayah negara Republik
Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan
ibunya;
o
Anak yang
baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan
ibunya tidak diketahui;
o
Anak yang lahir di wilayah negara Republik
Indonesia dari seorang ayah dan ibu tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak
tiketahui keberadaannya;
o
Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara
republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
o
Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah
dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal
dunia sebelum mengucapkan sumpah atau janji setia;
o
Anak warga negara Indonesia yang lahir di luar
perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah
oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara
Indonesia;
o
Anak warga negara indonesia yang belum berusia 5
tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia.
Tentang Pewarganegaraan.
Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sbb:
- Telah berusia 18 tahun atau sudah menikah;
- Pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
- Sehat jasmani dan rohani;
- Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih;
- Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
- Mempunyai pekerjaan atau penghasilan tetap;
- Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara.
Akibat pewarganegaraan
Pewarganegaraan membawa akibat bagi istri dan anak yang
menjadi warga Negara. Akibat itu adalah sebagai berikut:
- Seorang wanita asing yang menikah dengan warganegara Indonesia memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
- Anak yang berusia 18 tahun dan belum menikah memilki hubungan hokum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI.
- Kewarganegaraan RI yang diperoleh seorang ibu berlaku juga bagi anaknya yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan ayahnya, jika anak itu belum berumur 18 tahun atau belum menikah. (KansilC.S.T dan Cristine ST, 2000; 217)
Tentang kehilangan kewarganegaraan, dinyatakan bahwa
kewarganegaraan Republik Indonesia hilang karena:
- Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
- Tidak menolak atau melepas kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;Dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri.
- Masuk dalam Dinas tentara asing tanpa izin terlabih dahulu dari Presiden;
- Secara seka rela masuk dalam Dinas asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia;Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
- Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
- Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sbg tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya;
- Bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginan untuk menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir;
- Perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing jika menurut hukum negara asal suami, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sbg akibat perkawinan tersebut;
- Laki-laki warga negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing jika menurut hukum negara asal istri, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sbg akibat perkawinan tersebut;
- Setiap warga negara yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27
sampai 34 UUD 1945, yaitu:
- Hak atas pekerjaan dan hidup layak pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “tiapa-tiapa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”.
- Hak berpendapat. Pasal 28 yang berbunyi “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
- Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) yang berbunyi “Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”.
- Hak dan kewajiba membela negara. Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi “tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
- Hak untuk mendapatkan pengajaran. Pasal 31 ayat (1) dan (2) yang berbunyi “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” dan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan UUD 1945”.
- Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 32 ayat (1) yang berbunyi “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan”.
- Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5). Pasal (1) “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”. Ayat (2) “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Ayat (3) “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Ayat (5) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”.
- Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Pasal 34 yang berbunyi “bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”.
KONSTITUSI
Definisi Konstitusi
Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “constituer” yang
artinya membentuk.Dalam bahasa belanda dikenal “Gronndwet” yang berarti Undang
Undang Dasar, sedangkan dalam bahasa Jerman dengan istilah “Grundgesetz”.Konstitusi
bisa berarti pula peraturan dasar mengenai pembentukkkan negara.Konstitusi juga
bisa diartikan sebagai hukum dasar.
Pengertian Konstitusi
Menurut Para Ahli Sebagai Berikut:
◊ Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga:
- Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
- Konstitusi merupakan satu kesatuan kaedah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum.
- Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
◊ E.C. S. Wade mengatakan
bahwa konstitusi adalah naskah yang
memaparkan rangka dan tugas-tugas pokokdari badan-badan pemerintahan suatu
Negara dan menentukan pokok cara kerja badan badan tersebut.
◊ Chairul Anwar berpendapat bahwa fundamental laws
tentang pemerintahan suatu Negara dan nilai-nilai fundamentalnya.
◊ Sri sumantri, konstitusi berarti suatu naskah yang memuat
suatu bangunan Negara dan sendi-sendi system pemerintahan Negara.
◊Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal
dengan dustur, yang pada mulanya
diartikan dengan sesorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik
maupun agama.Dustur dalam konteks
konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama
antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis
(konvensi), maupun yang tertulis (konstitusi).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk
mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan
kerjasama antar Negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam prakteknya konstitusi terbagi dalam dua bagian:
- Tertulis (Undang-undang Dasar)
- Tidak tertulis (konvensi)
Tujuan adanya
konstitusi:
- Memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik
- Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri
- Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Arti penting konstitusi
bagi Negara
Mirriam Budiardjo mengatakan pentingnya konstitusi dalam
suatu Negara dalam hal membatasi kekuasaan dalam suatu Negara “di dalam
Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,
Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara lebih
terlindungi”.
Sementara menurut kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat
dari fungsinya terbagi kedalam dua bagian, yakni membagi kekuasaan dalam
Negara, dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara.
Struycken dalam bukunya “het
Staatsrecht van het koninkrijk der nederlander” menyatakan bahwa
Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang
berisikan:
- Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau
- Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
- Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang
- Suatu keinginan, dimana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi
konstitusi dalam sebuah Negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa
eksistensi konstitusi dalam suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena
dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian
wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan Negara. Adanya konstitusi juga menjadi
suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara,
sehingga tidak akan terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari
pemerintah.
Konstititusi
Demokratis
Konstitusi demokratis adalah konstitusi yang mengandung
prinsip-prinsip dasar demokratis.Konstitutsi yang dikatakan demokratis
mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
- Menempatkan warga Negara sebagai sumber utama kedaulatan;r
- Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
- Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara yang meliputi:
a. Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan
trias politika;
b. Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga
pemerintahan;
c. Proses hukum; dan
d. Adanya pemilu sebagai mekanisme peralihan
kekuasaan.
HAK ASASI MANUSIA
Sebuah Tinjaun Historis
Hak asasi manusia (HAM) seperti dikemukakan oleh Jan
Materson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB adalah hak-hak yang melekat pada
manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia.Jadi dapat
didefinisikan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat qodrati).Oleh karenanya
tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.
Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan hak-haknya
itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang
dapat dikategorikan memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Di era globalisasi saat ini, hak asasi manusia (HAM)
merupakan suatu isu yang sangat menyedot perhatian dan menjadi agenda yang
paling penting, terutama di dunia ketiga, termasuk dunia Islam.Isu HAM bahkan
menjadi faktor pertimbangan kebijakan luar negeri setiap negara.Lebih dari itu,
keharusan adanya penghormatan terhadap HAM ini menjadi pra syarat dalam
hubungan internasional. Suatu negara yang dinilai dan diketahui mengabaikan
HAM, dapat dipastikan ia akan menjadi sasaran kritik dan diisolir dari
pergaulan antar bangsa. HAM disini dimaksudkan sebagai hak-hak tertentu, hak
yang melekat secara eksistensial dalam identitas kemanusiaan tanpa melihat
kebangsaan, agama, jenis kelamin, status sosial, pekerjaan, kekayaan atau
karakteristik etnik, budaya dan perbedaan sosial lainnya.
Secara historis, ide tentang HAM berasal dari gagasan
tentang hak-hak alami.Oleh karenanya HAM dianggap sebagai bagian dari hakikat
kemanusiaan yang paling fundamental. Di dunia Barat ide tentang HAM merupakan hasil tentang perjuangan yang
menuntut tegaknya nilai-nilai dasar kebebasan dan persamaan. Perjuangan kelas
tersebut secara kronologis tercermin dengan lahirnya Magma Carta (Piagam
Agung) pada 15 Juni 1215 di Inggris sebagai bagian pemberontakan para Baron
Inggris terhadap raja Jhon. Disusul dengan Bill of Rights pada 1698 yang
juga di Inggris berisi tentang penegasan pembatasan kekuasaan raja. Kemudian disusul lagi dengan The American
Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan America) pada tanggal 6
Juli 1776 yang berisi tentang "pernyataan hak-hak manusia dan warga
negara", dan dilanjutkan dengan lahirnya suatu naskah yang dicetuskan pada
permulaan revolusi perancis, 4 Agustus 1789 dengan slogannya populer pada waktu
itu :Liberte (kebebasan), Egalite (persamaan)dan Faternite (persaudaraan)
sebagai bentuk perlawanan dan penolakan terhadap rezim yang berkuasa sebelumnya[1]. Dalam naskah tersebut
mempertegas tentang hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia berkaitan dengan freedom
of expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion
(kebebasan menganut keyakinan / agama yang dikehendaki), the right of
property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Proses pertumbuhan HAM mencapai puncaknya, ketika perang
dunia II usai (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar
pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal yang kemudian
dikenal dengan The Universal of Human Right yang dideklarasikan oleh PBB
pada tanggal 10 Desember 1948[2], yang didukung oleh
sebagian besar anggota PBB yang aktif di dalamnya. Konsep deklarasi PBB
ini kemudian mengalami elaborasi lanjut dengan diratifikasinya tiga persetujuan
/ perjanjian, yakni convenant civil and political right (perjanjian
internasional tentang hak-hak sipil dan politik); convonent of
economic,social and cultural right (perjanjian internasional tentang
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) dan optinal protocol to the
international convonent on civil and political right.Ketiganya disetujui
secara aklamasi dalam sidang umum PBB pada akhir tahun 1966.
Konsep HAM seperti tersebut di atas dan berbagai
perjanjian yang mengikutinya memperlihatkan bahwa masyarakat manusia dipandang
dalam kaca mata sekularisme, dan agama tidak dapat didefinisikan sebagai
tatanan yang mengikat masyarakat, negara atau hubungan internasional.Disebabkan
orientasinya yang sekuler itulah, maka konsep HAM modern di atas menimbulkan
respon yang bervariasi serta kontroversial di kalangan dunia Islam. Ditolak
atau tidaknya konsep HAM PBB tergantung kepada bagaimana kaum muslim memandang
kompleks persoalan sekitar syari'ah. Setidaknya ada tiga tanggapan dunia muslim
terhadap konsep HAM tersebut, pertama, menolak secara keseluruhan, kedua,
menerima secara keseluruhan, ketiga merupakan tanggapan yang bersifat
ambigu yang mencerminkan adanya keinginan untuk tetap setia pada syari'ah di
satu sisi dan keinginan untuk menghormati tatanan serta hukum-hukum
internasional yang ada di sisi lain.
Tanggapan tersebut mengharuskan kaum muslim untuk
menformulasikan HAM versi Islam. Formulasi HAM versi Islam yang terkenal adalah
deklarasi universal tentang HAM dalam Islam (al-bayan al-alam 'an huquq
al-insan fi al-Islam).Deklarasi ini diundangkan pada September 1981 di
Paris[3].Deklarasi ini mengandung
beberapa karakteristik yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan The
Universal Declaration of Human Right (HAM PBB).Pertama, ada klaimnya
bahwa Islam memiliki konsep HAM yang guine yang sudah dirumuskan bahkan sejak
abad ketujuh masehi. Kedua, bahwa seluruh isi deklarasi itu dirumuskan
berdasarkan al-Qur'an dan as-sunnah, dengan asumsi bahwa akal manusia tiak akan
mampu menemukan jalan terbaik untuk menopang kehidupan yang sejati tanpa
petunjuk Tuhan. Ketiga, bahwa sejatinya apa yang dimiliki manusia
bukanlah hak-hak yang sudah dibawanya sejak lahir, melainkan
preskripsi-preskripsi yang dititahkan kepada manusia, yang didapat atau
direduksi dari sumber-sumber yang ditafsirkan sebagai titah-titah Ilahi yang
meliputi kewajiban dan hak. Oleh karena itu yang disebut dengan HAM pada
dasarnya adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan atau hak-hak Tuhan
kepada manusia.Keempat, bahwa syari'at adalah merupakan parameter
terakhir dan satu-satunya untuk menilai semua tindakan manusia.
Deklarasi yang hampir sama ditemukan pada rumusan Cairo
Declaration of Human Right in Islam. Deklarasi ini diumumkan pada tahun
1990 oleh negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam
(OKI). Deklarasi Kairo ini terdiri dari 25 pasal yang mencakup hak individu,
sosial, ekonomi dan politik, yang semuanya tunduk kepada syari'at Islam.
Macam-Macam HAM
Manusia selalu memilki hak-hak dasar (basic rights) antara lain: 1). Hak
hidup, 2). Hak untuk hidup tampa ada perasaan takut dilukai atau dibunuh oleh
oaring lain, 3) Hak kebebasan, 4) hak untuk bebas, hak untuk memiliki
agama/kepercayaan, hak untuk memperoleh informasi, hak menyatakan pendapat, hak
berserikat, 5)hak pemilikan, 6) hak untuk memilih sesuatu seperti pakaian,
rumah, dan lain-lain.
Deklarasi
Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal
Declaration of Human Rights)
Setelah dunia mengalami dua perang yang
melibatkan hamper seluruh kawasan dunia, dimana hak-hak asasi manusia
diinjak-injak timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak asasi manusia itu dalam
suatu naskah internasional. Usaha ini baru dimulai pada tahun 1948 dengan
diterimanya Universal Declaration of human Rights (pernyataan sedunia tentang
hak-hak asasi manusia) oleh Negara yang bergabung dalam perserikatan
Bangsa-Bangsa. Dengan kata lain, lahirnya deklarasi HAM Universal merupakan
reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis
nasional di Jerman selama 1933 sampai 1945.
Terwujudnya Deklarasi Hak Asasi Manusia
Universal yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948 harus melewati
proses yang cukup panjang. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM
yang mendasari kehidupan manusia, dan yang bersifat Universal dan Asasi.
Naskah-naskah tersebut adalah sebagai
berikut: Magna charta, Bill of Rights,
Declaration des Droits de I’ home et du Citoyen dan lain-lain.
Hak-hak manusia yang dirumuskan sepanjang
abad ke-17 dan 18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam
(Natural law).
Empat
Generasi Hak Asasi Manusia.
1. Generasi Pertama.
Generasi ini berpandangan bahwa pengertian
HAM berpuasat terhadap hal-hal hokum dan politik.Generasi awal ham tersebut
terjadi setelah PD 11.Fokus generasi pertama pada hokum dan politik disebabkan
oleh dampak dan situasi PD 11.totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara
baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hokum yang baru.
2.
Generasi kedua
Pada generasi ham kedua
ini lahir dua Covenant yang terkenal
yaitu: Internatoinal covenant on Ekonomic,Sosial and Cultural Right dan
Internasional Covenant On Civil and PolitiklRights. Pada generasi ini
pembahasan tentang Ham merupakan perluasan horizontal dari generasi
pertama.Penekanan mereka terjadi pada bidang social, ekonomi dan budaya
sementara bidang hokum dan poltik terabaikan sehingga menimbulkan ketidak
seimbangan perkembangan dalam kemasyarakatan seperti merosotnya kehidupan dalam
dan pengekangan politik yang berlebihan.
3.
Generasi ketiga
Kondisi ketidak seimbangan
perkembangan menyebabkan timbulnya berbagai kritik-kritik dari banyak kalangan
sehingga melahirkan generasi ketiga yang menjanjikan adanya oersatuan antara
hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu keranjang yang
disebut dengan pembangunan istilah ini diberikan oleh komosi keadilan
internasional.Generasi ketiga HAM ini merupakan sintesa dari generasi pertama
dan kedua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
generasi ketiga ham ini suatu kemajuan pesat telah dicapai, Apalagi jika
kesemua hak tersebut bisa diwujudkan bersama sama. Tetapi hamper tidak ada
Negara yang mungkin bisa secara objektif memenuhi tuntunan generasi ketiga
tersebut.
Masih banyak disaksikan
kesenjangan antara hak-hak tersebut dan lebih dari itu penekanan terhadap hak
ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi adalh perioritas utama telah pula
menimbu;lkan banyak korba, karena banyak hak-hak rakyat yang dilanggar. Kesemua
ini merupakan kenyataan dunia ketiga yang ditandai oleh kuatnya sektor Negara yang berperan dominant sebagai komando
sehingga implementasi Ham generasi ketiga ini dilihat dari atas.
4. Generasi keempat
Generasi keempat banyak
melakuakan kritik terhadap peranan Negara yang sangat dominant dalam proses
pembangunan ekonomi sehingga perioritas utama dan telah terbukti sangat
menafikan hak-hak rakyat, selain proses pembangunan itu sendiri mengabaikan
kesejahteraan dan tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Generasi keempat HAM
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi yng disebut Declaration
Of the Basic Duties Of Asia people and Gevorment. Deklarasi
generasi ini lebih menekankan persoalan-persoalan kewajiban kewajiban asasi.
Bukan lagi hak asasi alasannya dari gagasan ini adalah bahwa kata kewajban
mengandung pengertian keharusan akan pemenuhan, sementara kata hak baru sebatas
perjuangan dari pemenuhan hak.
Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW dengan
kitab suci al-Qur'an sebagai mu'jizatnya mengandung ajaran yang menjadikan
rahmat bagi sekalian alam[4]. Dalam ajarannya yang
bersifat universal, al-Qur'an memberikan suatu pandangan kepada manusia untuk
menjadikan hidup ini lebih berarti dan berguna dengan berbagai macam cara.
Begitu juga dengan al-Hadits yang berfungsi sebagai mubayyin terhadap
al-Qur'an memudahkan kepada manusia untuk dapat menyerap ajaran-ajaran
al-Qur'an yang bersifat implicit ataupun eksplisit.
Islam memerintahkan umat manusia untuk mengikuti bimbingan
Yang Maha Kuasa selama hidupnya.Seluruh bumi ini merupakan mesjid tempat
manusia harus bertindak dalam setiap kehidupannya demi beribadah hanya
kepada-Nya.Tujuan eksistensi manusia di dunia menurut Islam adalah semata-mata
untuk beribadah, menghambakan diri serta patuh kepada Allah SWT.
Dari pernyataan tersebut, mungkin orang menyangka bahwa
manusia (dalam Islam) tidak memiliki hak-hak selain hanya
kewajiban-kewajiban.Pandangan ini tentu saja keliru.Dalam penelitiannya, AK
Brohi mengatakan, "dalam totalitas Islam, kewajiban manusia kepada Allah
mencakup juga kewajibannya kepada setiap individu yang lain.Maka secara paradoks
hak-hak setiap individu itu dilindungi oleh segala kewajiban di bawah hukum
Ilahi.Sebagaimana suatu negara secara bersama-sama dengan rakyat harus tunduk
kepada hukum yang berarti negara juga harus melindungi hak-hak individual"[5].
Petunjuk Ilahi yang berisikan petunjuk dan kewajiban
tersebut telah disampaikan kepada umat manusia semenjak manusia itu
ada.Diutusnya manusia pertama (Nabi Adam) ke dunia mengindikasikan bahwa Allah
telah memberikan petunjuk kepada manusia. Kemudian ketika umat manusia menjadi
lupa akan petunjuk tersebut, Allah mengutus Nabi dan Rasul-Nya untuk
mengingatkan kembali mereka akan keberadaan-Nya.
Nabi Muhammad SAW diutus bagi umat manusia sebagai Nabi
terakhir untuk menyampaikan dan memberikan teladan kehidupan yang sempurna kepada
umat manusia seluruh zaman sesuai dengan jalan Allah. Hal ini secara jelas
menunjukkan bahwa menurut pandangan Islam, konsep Hak Asasi Manusia (HAM)
bukanlah hasil evolusi apapun dari pemikiran manusia, namun merupakan hasil
dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul sejak
permulaan eksistensi umat manusia di atas bumi.
Kewajiban yang diperintahkan umat manusia di bawah
petunjuk Ilahi dapat dibagi ke dalam dua kategori, huququllah (حقوق الله)
dan huququl 'ibad (حقوق العباد).Huququllah (hak-hak Allah) adalah
kewajiban manusia terhadap Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ritual
ibadah, sedangkan huququl 'ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban
manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluq-makhluq Allah lainnya[6].
Hak-hak Allah tidak berarti bahwa hak-hak yang diminta
oleh-Nya karena bermanfaat bagiNya.
Sebab Allah di atas segala kebutuhan.Juga tidak berarti bahwa hanya hak-hak ini
yang diciptakan Allah, karena sesungguhnya segala hak adalah ciptaan Allah
sebagai Maha pencipta segalanya.Hak-hak Allah adalah bersesuaian dengan hak-hak
makhluqnya[7]. Dengan kata lain, kedua
hak ini (hak Allah dan hak makhluqnya) adalah tetap dari Allah SWT. Manusia
bertanggung jawab atas kedua kategori hak ini di hadapan-Nya.
Jadi jelaslah bahwa dalam Islam tanggung jawab apapun yang
dipegang manusia terhadap sesamanya telah ditetapkan Allah SWT sebagai hak.
Dalam Islam, ada dua macam HAM jika dilihat dari huquuqul 'ibad. Pertama,
HAM yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua
adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu negara[8].Hak-hak
yang pertama dapat disebut sebagai hak-hak legal, sedangkan yang kedua dapat
disebut sebagai hak-hak moral. Perbedaan antara keduanya hanyalah terletak pada
masalah pertanggung jawaban di depan suatu negara Islam. Adapun dalam masalah
sumber asal, sifat dan pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT itu sama.
Selain hal tersebut di atas, hal yang paling fundamental
berkaitan dengan huuqul 'ibad adalah hak persamaan dan hak kebebasan
dalam hidup manusia.Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang pertama.
Persamaan disini diartikan sebagai kedudukan manusia yang
sama atau sederajat dihadapan Allah, tanpa adanya pembedaan dari jenis warna
kulit, etnis, keturunan, kelas, bahasa dan lain sebagainya. Islam tidak
membedakan bangsa, warna kulit, maupun asal usul.Tetapi manusia dibedakan
karena ketaqwaannya kepada Allah. Bilal, misalnya seorang muaddzin Islam
pertama adalah seorang bekal budak negro yang berkulit hitam[9]. Mengenai prinsip tidak
adanya pembedaan dalam Islam terhadap setiap manusia termaktub dalam QS
al-Hujarat :13.
إن أكرمكم عند الله أتقاكم
Artinya
: "sesunguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah
orang yang paling bertaqwa di antara kamu".
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa Islam tidak membedakan
antara satu jenis golongan manusia dengan golongan yang lain, karena mereka
adalah sama dan sederajat di hadapan
Allah, yang membedakan antara posisi mereka yaitu aspek kataqwaannya. Pembedaan
manusia dalam aspek ketaqwaannya memberikan suatu pemahaman yang logis dalam
konsep HAM, karena orang yang bertaqwa lebih cenderung akan menghormati hak-hak
orang lain sehubungan dengan pengalaman batiniyah dan lahiriah dalam agamanya
dibandingkan dengan orang yang tidak bertaqwa kepada Allah.
Begitu juga dalam hukum, kedudukan manusia di muka bumi
ini adalah sama di muka hukum (undang-undang) dalam perspektif Islam[10]. Agama tidak pernah
membedakan manusia dalam kedudukannya di muka hukum berkaitan dengan etnis,
agama, kekayaan, keturunan, antara cendikiawan dengan non cendikiawan dan lain
sebagainya. Dalam QS an-Nisa' dijelaskan mengenai perlakuan agama yang sama
terhadap manusia di muka hukum.
إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله
ولا تكن للخائنين خصيما (النساء : 105)
Artinya
: "Sesungguhnya kami telah menurunkan al-Qur'an kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.
Apa yang dikemukakan dan dijelaskan oleh al-Qur'an ini
adalah pedoman yang wajib dikuti. Pedoman saja tidaklah cukup.Oleh karena itu
perlu diorganisasi dan aparatnya untuk mengemban semua itu.Maka untuk
merealisasikan ajaran al-Qur'an tentang persamaan HAM tersebut, di Indonesia
dibuatlah organisasi dan peraturan mekanismenya untuk dipedomani masyarakat
dalam mengadukan persoalan termasuk apabila hak asasinya dilanggar.
Ketika hak persamaan dalam kehidupan manusia telah
dipahami dan aktulisasikan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,
maka manusia wajib menghormati adanya perbedaan yang akan timbul dalam
kehidupannya, begitu juga ia harus tunduk dan patuh atas apa yang telah menjadi
suatu konstitusi. Hak persamaan manusia dalam al-Qur'an bukanlah pada dua aspek
itu saja, melainkan masih banyak "persamaan" yang diajarkan oleh
Islam, seperti persamaan dalam memperoleh hak hidup dan kehidupan yang layak,
persamaan dalam memperoleh perlindungan dan lain sebagainya, persamaan dalam
memperoleh pendidikan dengan tidak ada pembedaan jenis (gender)[11], yang semuanya termaktub
dalam al-Qur'an dan al-Hadits.
Disamping "hak persamaan" tersebut di atas,
al-Qur'an juga memberikan "hak kebebasan" kepada manusia agar supaya
ia tidak "terkekang" dan "terikat" dalam hidupnya, baik
dalam amaliyah maupun ibadahnya. Kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran
Islam, karena kebebasan adalah fitrah Allah yang lazim diberikan kepada manusia
sebagai watak yang lazim[12].Kebebasan inilah yang
memberikan kebahagiaan dalam dirinya dan kehidupannya dan kebebasan inilah yang
membedakan dirinya dengan makhluq-makhluq lainnya, sehingga kebebasan yang
dimiliki manusia dibatasi oleh tanggung jawab manusia sendiri sesuai petunjuk
al-Qur'an dalam memanfaatkan kebebasan tersebut.
Allah memberi kebebasan itu sebagai hak asasi bagi setiap
manusia. Manusia bebas berbuat apa saja, tetapi harus senantiasa dibarengi
dengan tanggung jawab. Berkaitan dengan tanggung jawab manusia tersebut di muka
bumi, al-Qur'an telah menjelaskannya dalam QS. Al-Baqarah : 30.
وإذ قال ربك للملـئكة إنى جاعل فى الـأرض خليفة قالوا أتجعل
فيها من يفسد فيها
ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إنى أعلم ما لا
تعلمون (البقرة : 30)
Artinya
: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku
akan mengangkat Adam menjadi khalifah dimuka bumi. Para malaikat bertanya,
mengapa engkau hendak menempatkan di permukaan bumi orang yang akan membuat
bencana dan menumpahkan darah, sedang kami senantiasa bertasbih memuji dan
menyucikan? Allah berfirman, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui".
Kemudian dalam surat al-A'raf ayat 22-23, Allah
menunjukkan bahwa manusia diberi kebebasan untuk bertindak dan berpendapat. Ia
harus mempertanggung jawabkan kebebasannya tersebut. Dan jika ia melanggar
kebebasan yang diberikan itu, maka ia harus dihukum. Kisah nabi Adam yang
diciptakan sebagai khalifah yang dihukum keluar dari surga adalah bukti bahwa
Allah memberikan hak asasi manusia kepadanya, tetapi ia pun harus bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dibuatnya yang menyebabkan ia harus dihukum keluar
dari surga, turun ke bumi.
فدلـهما بغـرور فلما داقا الشـجرة بدت لـهما سوءتهما وطفقا
يخصـفان عليهما من ورق الجنة وناداهما ربهما ألم أنهكما الشجرة وأقل لكما إن
الشيطان لكما عدو مبين (الأعراف : 22)
قالا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من
الخسرين (الأعراف : 23)
"Demikianlah syetan menjerumuskan
kedua-duanya (Adam dan Hawa) dengan tipuan.Kemudian mereka berdua mencicipi
(buah) pohon (yang terlarang itu) mereka melihat auratnya masing-masing.Mereka
lalu menjalin daun-daun dari surga untuk menutupi auratnya dan Tuhan berseru
kepada mereka. Bukankah kalian telah kularang mendekati pohon itu dan telah kukatakan
(pula) kepada kalian bahwa setan itu jelas merupakan musuh kalian ?"
"Mereka
menjawab, ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika engkau
tidak mengampuni (kesalahan) kami dan tidak mengasihi kami, pastilah kami
menjadi orang-orang yang rugi".
Nabi Adam dan Siti Hawa diberi kebebasan untuk memilih
apakah mereka ingin mengikuti bujukan setan untuk memakan buah khuldi atau
tidak karena dilarang oleh Allah.Jadi diberi hak kebebasan yang dapat
dikategorikan sebagai hak asasi manusia.Disebabkan akhirnya memilih bujukan
setan yaitu memakan buah khuldi, sehingga mereka menerima hukuman Tuhan untuk
keluar dari surga[13].
Dalam perjalanan hidup manusia, ditemukan berbagai
berbagai hal yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia, misalnya penindasan
oleh orang-orang kelompok kuat terhadap kelompok lemah, negara kuat terhadap
negara lemah.Semuanya ini adalah hasil pekerjaan setan yang selalu menggoda
manusia untuk berbuat dosa termasuk memperkosa hak asasi manusia tersebut. Maka
berlangsunglah perbudakan manusia berabad-abad lamanya, seperti di jazirah Arab
pada masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan zaman
jahiliyah, di Amerika terjadi penjajahan dan perbudakan atas orang Indian oleh
bangsa kulit putih, di Afrika selatan terjadi perbudakan kulit putih atas kulit
hitam, di Asia terjadi penjajahan atas bangsa-bangsa kulit kuning oleh kulit
putih seperti yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda.
Perbudakan di dunia tak pernah berhenti selama masih ada
manusia yang ingin menguasai manusia lainnya. Seperti terjadinya tindak
kekerasan di timur Tengah, kejadian di Uni Soviet yang diikuti dengan tindakan
pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Checnya, pembantaian oleh
pemberontak Serbia terhadap golongan muslim di Bosnia[14] dan pemerkosaan terhadap
HAM di belahan-belahan lain di dunia lainnya, merupakan bukti masih
berlangsungnya perbudakan dalam bentuk baru tetapi lebih kejam. Sistem
perbudakan tersebut berbeda dengan prinsip Islam yang memandang manusia adalah
"manusia yang memiliki hak persamaan dan hak kebebasan".
"Kebebasan" yang dianugerahi oleh Allah kepada
manusia bukanlah seperti yang termaktub tersebut di atas saja, melainkan masih
banyak lagi kebebasan yang diberikan oleh Islam kepada manusia dalam
mengaktulisasikan dirinya. Diantara berbagai kebebasan yang diberikan dan
diajarkan al-Qur'an kepada manusia berkaitan dengan : kebebasan manusia dalam
berekspresi, kebebasan manusia dalam bertindak yang sesuai dengan rel-rel
agama, kebebasan manusia dalam memilih jalan hidupnya, kebebasan manusia dalam
mengemukakan pendapatnya dan masih banyak lagi "hak kebebasan" yang
diberikan dan diajarakan kepada manusia dalam Islam.
Dari ajaran dasar "hak persamaan dan hak kebebasan
manusia" sebagaimana tersebut di atas, timbullah kebebasan-kebebasan
manusia, disamping kebebasan dari perbudakan dan kebebasan beragama[15], kebebasan dari
kekurangan, kebebasan dari rasa takut, kebebasan mengeluarkan pendapat,
kebebasan bergerak, kebebasan dari penganiayaan dan lain sebagainya.
Kebebasan dalam ajaran Islam mempunyai batas-batas
tertentu, kebebasan mengeluarkan pendapat tidak boleh melanggar kepentingan
umum, kebebasan mengumpulkan harta juga tidak boleh merugikan masyarakat,
kebebasan mengolah alam tidak boleh membawa kerusakan alam.
Dari situ pulalah timbul hak asasi
manusia, seperti hak hidup, hak mengecap pendidikan, hak keluasan hidup
(privacy), hak berbicara, hak berpikir, hak mendapatkan pekerjaan, hak
memperoleh keadilan, hak persamaan, hak berkeluarga dan lain sebagainya[16].
Perlu ditegaskan bahwa yang mempunyai hak asasi dalam
Islam bukan hanya manusia, akan tetapi juga makhluq lain. Ajaran Islam mengenai
peri kemakhlukan membuat hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda tak bernyawa juga
mempunyai hak terutama hak eksistensi atau kelanjutan wujud, yaitu hak
pelestarian hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa itu.
Oleh karena itu, perlu pula ditegaskan bahwa kebebasan
manusia yang terdapat dalam Islam tidak bersifat absolut, demikian juga dengan
hak asasinya.Yang mempunyai keabsolutan dan ketidak terbatasan dalam ajaran
Islam hanyalah Allah Tuhan semesta, sedangkan yang lainnya mempunyai sifat
terbatas.Selain itu, disamping hak, manusia juga mempunyai kewajiban yang
dibebankan Allah kepadanya, yaitu patuh kepada perintah dan
larangan-Nya.Larangan-Nya adalah supaya manusia tidak berbuat onar dan
kerusakan di muka bumi dan perintah-Nya adalah agar manusia berbuat baik,
mengutamakan kepentingan umum dan bersama di atas kepentingan pribadi. Firman
Allah :
ولا تفسدوا فى الأرض بعد إصلاحها
Jadi dapat diketahui bahwasanya Islam melarang ikut campur
tangan orang terlalu berlebihan dan melanggar batas secara tidak wajar atas
kehidupan pribadi seseorang dan makhluq Allah[17].Aspek khas dalam konsep
HAM islami adalah tidak adanya orang-orang lain yang dapat memaafkan suatu
pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus
dipenuhi haknya. Meskipun Allah sendiri yang telah menganugerahkan hak-hak ini,
dan secara asalnya adalah tetap bagi-Nya serta di depan-Nyalah semua manusia
wajib mempertanggung jawabkan, Allah tidak akan melaksanakan kekuasaan-Nya
untuk mengampuni pelanggaran hak-hak pada akhir kelak.
Berangkat dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
hak asasi manusia dalam perspektif Islam adalah pengakuan terhadap adanya
hak-hak yang melekat pada manusia sebagai fitrah insaniyah dan
meninggalkan terhadap aspek kekerasan, penindasan, pemerkosaan terhadap hak-hak
orang lain, sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh agama Islam yang
bersumberkan dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Dari pemaparan penulis di atas, terlihat bahwa konsep HAM
yang ditawarkan oleh PBB ternyata mendapat tanggapan yang kontroversial dari
kalangan muslim (mungkin juga dari kalangan agama yang lain). Hal itu
disebabkan karena adanya ketidak sesuaian konsep HAM yang ditawarkan oleh PBB
dengan prinsip keagamaan, sehingga lahirlah konsep HAM versi Islam.
Dari beberapa realitas tersebut, dapat dianalisa bahwa
apakah setiap konsep HAM yang dilahirkan oleh setiap organisasi (apakah PBB
atau konsep HAM versi Islam) bersifat abadi (universal) yang diberlakukan sama
untuk seluruh umat manusia di dunia ini, ataukah masing-masing negara akan
memiliki konsep HAM yang berbeda-beda ? jika asumsi yang terakhir ini benar,
bukankah konsep HAM pada gilirannya akan ditentukan oleh masing-masing individu
? semuanya serba memungkinkan.
Namun, betapa kemajemukan dan pluralitas konsep HAM yang
muncul dari individu akan selalu berseberangan dengan tawaran konsep HAM yang
lahir dari institusi, mulai dari yang mikro hingga yang makro (institusi
kenegaraan). Karena dalam prakteknya kecenderungan konsep HAM akan selalu
berkaitan erat dengan kepentingan penguasa dan masing-masing pembuat konsep
HAM.
Ini artinya jika HAM yang disepakati dicetuskan dari HAM
internasional, atau HAM versi Islam yang terkenal adalah deklarasi universal
tentang HAM dalam Islam, maka apakah HAM dalam tataran dua konsep tersebut
telah sampai pada taraf universal, bisa melepaskan kepentingan-kepentingan dari
negara-negara tertentu, atau komunitas keagamaan tertentu yang dianggap
memiliki kekuatan, kekuasaan dan kepentingan, ketika berhadapan dengan konteks
sosial, politik, budaya dan ekonomi suatu bangsa, golongan, lebih-lebih
bangsa-bangsa di dunia ketiga yang relatif asing dengan peradaban barat yang
liberal, suatu peradaban yang sedemikian kapitalistik dan borjuistik.
PIAGAM MADINAH
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam
yang lahir di masa nabi Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan
masyarakat madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama warga
masyarakat tampa melihat latar belakang,
suku dan agama.
DEKLARASI
KAIRO ( CAIRO DECLARATION)
Isu tentang pelaksaan HAM tidak lepas dari
perhatian umat islam, Apalagi mayoritas
Negara-negara dunia ketiga yang banyak melakukan perlakuan ketidak adilan
Negara Barat dengan atas nama ham. Dalam pandangan Negara Negara islam ham
tidak sesuai degan pandangan ajaran islam yang telah ditetapkan Allah SWT.
Berkaitan dengan itu Negara-negara islam
yang tergabung dalam organization of the Islamic conference pada tanggal 5
Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusian sesuai syariat islam di
kairo.
Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan
Negara-negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan
Deklarasi kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan
Al-Quran dan sunnah yang dalam penerapannyan
dan realitasnya memiliki
persamaan dengan pernyataan semesta hak-hak asasi manusia yang dideklarasikan
PBB tahun 1948.
Penegakan
dan Perlindungan HAM di Indonesia.
Dalam upaya penegakan hak asasi manusia di
Indonesia dibutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM
tersebut dikategorikan menjadi dua bagian yakni: 1). Sarana yang berbentuk
institusi atau kelembagaan seperti
lahirnya lembaga advokasi tentang ham yang dibentuk oleh LSM, komisi nasional
hak asasi manusia, komisi nasional ham perempuan dan institusi lainya .2).
Sarana yang berbentuk peraturan atau undang-undang.
Dari pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa:
•
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat
pada setiap individu manusia atas pemberian Allah SWT sesuai dengan fitrah
insaniyahnya yang diperolehnya semenjak ia dilahirkan ke muka bumi ini, yang
tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia.
•
Ide tentang HAM berasal dari gagasan tentang
hak-hak alami, yang dianggap sebagai bagian dari hakikat kemanusiaan yang
paling fundamental. Lahirnya Magma Carta (Piagam Agung) pada 15 Juni
1215 di Inggris, disusul dengan Bill of Rights pada 1698 yang juga di
Inggris, disusul dengan The American Declaration of Independence pada
tanggal 6 Juli 1776, dilanjutkan dengan lahirnya suatu naskah yang dicetuskan
pada permulaan revolusi perancis, pada tanggal 4 Agustus 1789 merupakan
inspirator dari lahirnya konsep HAM PBB (The Universal of Human Right)
yang dilanjutkan dengan lahirnya konsep HAM versi Islam.
• Dalam
Islam, ada dua macam HAM jika dilihat dari huquuqul 'ibad. Pertama, HAM
yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua
adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu negara. Hak-hak yang pertama dapat disebut sebagai hak-hak legal,
sedangkan yang kedua dapat disebut sebagai hak-hak moral.
• Kebebasan
manusia dalam mengaktualisasikan hak asasinya baik bersifat vertikal (dengan
Dzat penciptanya) maupun horizontal (antara makhluq ciptaan Allah) dibatasi
oleh batasan-batasan tertentu dan tidak bersifat absolut. Yang membatasinya
adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap manusia baik berkaitan dengan
hubungan vertikal maupun horizontal, seperti apa yang telah diajarkan oleh
al-Qur'an dan al-Hadits.
DEMOKRASI
Tinjauan umum
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari 2 kata yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan dan kedaulatan.
Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau
kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat (Inu kencana, 1994:
150; 1999 : 18, Miriam Budiardjo, 1977 : 50, Ignas Kleden, 2000 : 5, Masykuri
Abdillah, 1999 : 71).
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat menurut
Moh.Mahfud MD) mengandung pengertian tiga hal penting.
- pemerintah dari rakyat (government of the people);
- pemerintahan oleh rakyat (government by people);
- Pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Pertama,
pemerintahan dari rakyat (government of
the people) berhubungan erat dengan legitimasi pemerintahan (Legitimate
government) dan tidak legitimasi pemerintahan (Unlegitimate government) di mata
rakyat.Pemerintahan legitimasi berarti suatu pemerintahan yang berkuasa
mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.Sebaliknya pemerintahan tidak legitimasi
berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak
mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat.Karena itu pemerintah harus
mendengar kehendak dan keinginan rakyat, bukan memaksa rakyat untuk memahami
dan mengikuti kehendak pemerintah.
Kedua, pemerintahan
oleh rakyat (government by the people) berarti pemerintah yang menjalankan kekuasaan
atas nama rakyat dan pengawasannya dijalankan oleh rakyat bukan oleh
siapa-siapa atau lembaga pengawasan yang ditunjuk pemerintah. Pemerintahan oleh
rakyat selama Orde Lama danOrdeBaru telah menjadi distorsi yang luar
biasa. Karena pemerintah Orde Lama telah menempatkan dirinya sebagai pemegang
dan penguasa tunggal, sementara rakyat dipaksa untuk tunduk dan patuh
kepadanya.
Ketiga, adalah
Pemerintahan untuk rakyat (government for
the people) yaitu suatu pemerintahan yang mendapat mandat kekuasaan yang
diberikan oleh rakyat dipergunakan untuk apa? Apakah untuk membeli sembako
rakyat, memberikan pelayanan pendidikan rakyat, atau memperkaya diri, keluarga
dan kelompoknya melalui korupsi? Artinya, pemerintahan takluk apa tidak kepada
apa yang diinginkan rakyat, misalnya ujn tuk membawa Soeharto ke persidangan
dalam kasus korupsi, melakukan pengadilan terhadap pelanggar HAM baik oleh
sipil atau militer, menegakkan supremasi hukum dan kehendak rakyat lainnya.
Bila pemerintahan menjalankan apa yang menjadi aspirasi rakyat, berarti
government for people telah terwujud.
Menurut Inu Kencana prinsip demokrasi adalah sebagai berikut
:
- Adanya pembagian kekuasaan (sharing power)
- Adanya pemilihan umum yang bebas (general election)
- Adanya manajemen pemerintahan yang terbuka
- Adanya kebebasan individu
- Adanya peradilan yang bebas
- Adanya pengakuan hak minoritas
- Adanya pemerintahan yang berdasar hukum’
- Adanya pers yang bebas
- Adanya multi partai politik
- Adanya musyawarah
- Adanya persetujuan parlemen
- Adanya pemerintahan yang konstitusional
- Adanya ketentuan pendukung system demokrasi
- Adanya pengawasan terhadap administrasi public
- Adanya perlindungan HAM
- Adanya pemerintahan yang bersih (clean and good government)
- Adanya persaingan keahlian (profesionalitas)
- Adanya mekanisme politik
- Adanya kebijakan negara yang berkeadilan
- Adanya pemeriintahan yang mengutamakan tanggung jawab.
Sejarah dan
Perkembangan Demokrasi di Barat
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikirana mengenai
hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno yang dipraktikkan dalam hidup
bernegara antara abad ke 4 SM sampai abad ke 6 M. demokrasi yang dipraktikkan
pada masa itu berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya rakyat
dalam menyampaikan haknya untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Namun tidak
semua warga kota mendapat hak demokrasi. Dengan kata lain model demokrasi dalam
negara kota dilihat dari perspektif demokrasi modern adalah model demokrasi
yang kurang demokratis.
Menjelang akhir abad pertengahan tumbuh kembali keinginan
untuk menghidupkan demokrasi. Hal itu diindikasikan dengan lahirnya Magna
Charta (Piagam Besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian kaum
bangsawan dan Raja John di Inggris dengan bawahannya. Dalam piagam magna charta
ditegaskan bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan preveleges
bawahannya termasuk rakyat jelata sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Selain itu
dalam piagam tersebut memuat dua prinsip yang sangat mendasar : pertama, adanya
pembatasab kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja.
Munculnya kembali gerakan demokrasi di eropa barat pada abad
pertengahan seperti dikatakan oleh (Moh. Mahfud MD, 1999) didorong oleh
perubahan sosial dan gerakan cultural yang berintikan pada penekanan
pemerdekaan akal dari segala pembatasan. Gerakan cultural yang dimaksud adalah
gerakan renaissance dan gerakan reformasi. Gerakan renaissance merupakan
gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno.
Gerakan ini lahir di Barat karena adanya kontak dengan dengan dunia Islam yang
ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban ilmu pegetahuan. Para
ilmuwan pada masa itu seperti Ibnu Khaldun, Al-Razi, Oemar Khayam,
Al-Khawarizmi dan sebagainya bukan hanya berhasil mengasimilasikan pengetahuan
Parsi Kuno dan warisan klasik (Yunani Kuno), melainkan berhasil menyesuaikan
ilmu pengetahuan tersebut berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan
alam pikiran mereka sendiri yaitu orang barat. Karena itu seorang orientalis PhilipK.Hitti menyatakan bahwa dunia Islam telah memberikan
sumbangan besar terhadap eropa dengan terjemahan- terjemahan warisan parsi dan YunaniKuno
dan menyeberangkannya ke Eropa melalui Siria, Spanyol, dan Sisilia. Gerakan
reformasi merupakan suatu gerakan revolusi agama yang terjadi di Eropa pada
abad ke 16 yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan dalam gereja katolik dimana
kekuasaan gereja begitu dominant dalam menentukan tindakan warga negara.
Sejarah dan
perkembangan demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua
tahapan yaitu tahapan pra kemerdekaan dan tahapan pasca kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia
dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode yaitu ;
- Demokrasi periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan
sebutan demokrasi parlementer. System demokrasi parlementer yang mulai berlaku
sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945
dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan secara
memuaskan pada beberapa negara asia lain.
Pada periode ini kedudukan parlemen sangat
kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan partai politik. Karena itu
segala hal yang terkait dengan kebijakan negara tidak terlepas dari sikap
kritis para anggota parlemen untuk mendebatnya baik melalui forum parlemen
maupun secara sendiri-sendiri (Jimly Asshiddiqie, 1994 : 143)
- Demokrasi periode 1959-1965
Ciri sistem politik pada periode ini adalah
dominasi peranan presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya
pengaruh komunitas dan meluasnya peranan ABRI
sebagai unsure sosial politik. Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini
telah banyak melakukan distorsi terhadap praktik demokrasi.
- Demokrasi periode 1965-1998
Periode pemerintahan ini muncul setelah
gagalnya gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI.
Landasan formil periode ini adalah pancasila, UUD 1945 serta
ketetapan-ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari kelahiran periode ini adalah
ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Komponen penegakan demokrasi
Untuk terwujudnya demokrasi dalam berbagai lapangan dan sisi
kehidupan manusia baik dalam kehidupan bernegara dimana hubungan negara dan
masyarakat atau masyarakat dengan negara dan kehidupan sosial kemasyarakatan
yaitu hubungan antar sesama warga masyarakat. Tegaknya demokrasi sangat terkait
dengan tegaknya komponen atau unsur dalam demokrasi itu sendiri.
Komponen-komponen yang dapat mengejawantahkan tegaknya demokrasi antara lain :
- Negara hukum
- Masyarakat madani
- Partai politik
- Pers yang bebas dan bertanggungjawab
Cara mengukur demokrasi
Suasana kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi
manusia Indonesia. Karena itu demokrasi tidak saja menjadi gagasan yang utopis,
melainkan sesuatu yang perlu diimplementasikan. Suasana kehidupan yang
demokratis khususnya dalam kehidupan kenegaraan dan sistem pemerintahan menurut
DjuandaWidjaya ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut :
- Dinikmati dan dilaksanakan hak serta kewajiban politik oleh masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip dasar HAM yang menjamin adanya kebebasan, kemerdekaan, dan rasa merdeka
- Penegakan hukum yang mewujud pada pada asas supremasi penegakan hukum (supremacy of law), kesamaan di depan hukum (equality before of law), dan jaminan terhadap HAM
- Kesamaan hak dan kewajiban anggota masyarakat
- Kebebasan pers dan pers yang bertanggungjawab
- Pengakuan terhadap hak minoritas
- Pembuatan kebijakan negara yang berlandaskan pada asas pelayanan, pemberdayaan, dan pencerdasan
- Sistem kerja yang kooperatif dan kolaboratif
- Keseimbangan dan keharmonisan
- Tentara yang professional sebagai pertahanan
- Lembaga peradilan yang independent.
Perbedaan Antara Musyawarah dan Demokrasi
Penafsiran terhadap istialah syura atau musyawarah
agaknya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian pula pengertian
dan persepsi tentang kata yang padat makna mengalami evolusi sesuai dengan perkembangan
pemikiran, ruang, dan waktu. Dewasa ini pengertian musyawarah sering dikaitkan
dengan dengan beberapa teori politik modern, seperti system republik,
demokrasi, parlemen, dan sebagainya.[18]Bahkan, konon ada yang
mengatakan bahwa demokrasi adalah syura. Oleh karena itu dalam
pembahasan ini akan difokuskan pada perbedaan antara syura dan
demokrasi.
Secara umum, segi yang paling penting dalam membedakan syura
dan demokrasi ialah prinsip komprehensif yang menjadikannya melampaui ruang
lingkup system pemerintahan dan kontitusi negara, karena ia memeng lebih umum
dan lebih luas dari ruang lingkupnya., hingga termasuk didalamnya musyawarah
dalam masalah fiqih seperti dalam menyapih anak, dan lain-lain. Adapun
demokrasi ialah system politik yang mencakup kaidah-kaidah dimana system
pemerintahan dan negara tegak diatasnya.[19]
Adapun secara terperinci, al-Qodiri
menyebutkan lima perbedaan antara Syura dan demokrasi.[20]
- Dalam syura, peserta musyawarah (pemimpin dan rakyat) mengimani bahwa mereka adalah hamba Allah, dan Allah lah yang berhak menentukan hokum. Adapun dalam system demokrasi, sesuai dengan artinya dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat, maka yang menetukan hokum adalah rakyat (manusia).
- Dalam syura, mereka berkumpul untuk tukar pendapat dengan tujuan sampai pasa kebenaran yang diridhai oleh Allah. Maka mereka menjauhi sikap ta'assub terhadap suatu pendapat yang tidak disertai dalil. Adapun dalam system demokrasi, mereka berkumpul untuk mengusung dan memenangkan pendapat masing-masing.
- Dalam syura, mereka bersungguh dalam membahas masalah umat untuk mencapai mufakat, sebagiamana mereka bersungguh dalam ibadah mereka. Sedangkan dalam system demokrasi, mereka tidak sungguh-sungguh dalam mengurus kemaslahatan umum, terkadang tujuan pemimpin dan pemerintah dalam musyawarah adalah untuk untuk menekan dan mengarahkan peserta musyawarah untuk menyetujui usulan pemerintah, disamping itu musyawarah adalah forum untuk memuji pemimpin negara dan pemerintah.
- Dalam syura, mereka tidak menempati posisi mereka di pemerintahan dengan cara meyuap, atau berusaha memperoleh kedudukan itu, berbeda dengan sistem demokrasi, untuk sampai pada posisi mereka di pemerintahan, tidak sedikit diantara mereka yang memperolehnya dengan cara menyogok atau dengan cara-cara yang tidak terpuji, maka dalam musyawarah mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan
5.
Dalam syura, setelah mereka selesai
musyawarah mereka rukun, tidak ada dendam, menerima hasil syura dan
berusaha melaksanakannya. Adapun dalam system demokrasi, pihak yang pendapatnya
kalah, akan selalu menentang, mengkritik pemerintah dan mencari kesalahan
pemerintah, yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan dikalangan peserta syura.
Musyawarahadalah berkumpulnya dua orang ahli atau lebih
untuk mengkaji atau membahas suatu masalah yang disertai dengan hujjah (argumen-argumen yang kuat)
untuk mencapai kata mufakat (pendapat yang benar).
Dalam al-Qur'an kata musyawarah terdapat dalam tiga tempat
(al-Baqarah:233, 'Ali Imran : 159, dan as-Syura :38 ), dari ketiga ayat diatas
beserta tafsirnya menunjukkan penting bermusyawarah, tidak hanya pada
urusan-urusan besar seperti perang atau urusan-urusan kenegaraan yang tidak ada
nash (dalil) didalamnya tapi juga urusan rumah tangga termasuk
didalamnya urusan menyapih anak atau yang sejenisnya. Disamping itu banyak
sekali hadits yang menjelasakan secara detail tettang keutamaan
musyawarah.
1.
Musyawarah dalam segala hal yang tidak ada
nash didalamnya adalah sebuah keniscayaan.
2.
Diantara
hikmah tidak adanya aturan baku dalam pelaksanaan syura adalah merupakan bentuk kasih sayang Allah
pada hambanya untuk bisa melaksanakan syura sesuai dengan situaisi
dan kondisi yang dihadapinya.
3.
Dalam musyawarah, Islam tidak melihat perbedaan
jenis kelamin, tapi yang dilihat adalah kepandaian dan kejelian dalam melihat
sebuah permasalahan.
4.
Secara global siapapun (pemimipin negara atau
rakyat) harus rela untuk melaksanakan keputusan syura, meskipun
keputusan itu dihasilkan dengan cara voting, karana musyawarah adalah
cara yang syah dalam memutuskan sesuatu.
5.
Syura bukan demokrasi, meskipun banyak
kesamaan didalamnya, karena dalam syura terdapat ketundukan pada hukum
Allah, sementara sistem demokrasi hukum ditentukan oleh manusia dan untuk
manusia.
MASYARAKAT
MADANI
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan
otoriter orde baru tumbang. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu
seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah
dihadapi oleh bangsa kita.
Dalam
bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau
‘kota”, sehingga masyarakat madani bias berarti masyarakat kota atau perkotaan
. Meskipun begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak
geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok
untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani
tidak asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting
adalah memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota,yaitu yang
berperadaban. Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”,
yang artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa
Arab dengan kata “tamaddun” yang juga berarti peradaban atau
kebudayaan tinggi.
Pengertian
masyarakat madani ini sendiri adalah sebuah kelompaok atau tatanan masyarakat
yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang
public ( public sphere ) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga
yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Karakteristik Masyarakat Madani
1. Free
Public Sphere
Adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat. Warga Negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasi kepada public.
2. Demokratis
Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola
hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan
suku, ras dan agama.
3. Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat
madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang
dilakukan oleh orang lain.
4. Pluralisme
Di sini
pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita
majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru
hanya menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak
boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negative”, hanya ditilik dari
kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Pluralisme harus difahami
sebagai ‘pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban”. Bahkan
pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara
lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkan.
Di Indonesia,
pluralisme dalam keberagamaan dapat dibagi menjadi 3 jaman perkembangannya,
yaitu:
·
Pluralisme cikal-bakal. Yang di maksud istilah
ini adalah pluralisme yang relative stabil, karena kemajemukan suku dan
masyarakat pada umumnya masih berada dalam taraf statis. Mereka hidup dalam
lingkungan yang relative terisolasi dalam batas-batas wilayah
yang tetap, dan belum memiliki mobilitas yang tinggi karena teknologi
komunikasi dan transportasi yang mereka miliki belum memadai.
Agama-agama suku hidup dalam claim dan domain yang terbatas, tidak
berhubungan satu dengan lainnya. Keadaan seperti ini tidak banyak berubah
sampai datang pengaruh agama yaitu agama Hindu dan Budha dengan tingkat
peradabannya masing-masing.
·
Pluralisme kompetitif. Pluralisme jenis kedua
ini kira-kira mulai abad 13 ketika agama islam mulai berkembang di Indonesia,
dan kemudian disusul dengan kedatangan agama Barat atau agama Kristen (baik
katolik maupun Protestan) pada kira-kira abad 15. konflik dan peperangan mulai
terjadi diantara kerajaan islam di pesisir dengan sisa-sisa kekuatan Majapahit
di pedalaman Jawa. Ketika penjajah dating dengan konsep “God, Gold, and
Glory”, persaingan antara Islam dan Kristen terus berlangsung hingga akhir
abad
·
Pluralisme Modern atau pluralisme organik. Di
awal abad ke 20, puncak dominasi Belanda atas wilayah nusantara tercapai dengan
didirikannya “negara” Nederland Indie. Kenyataan negara ini menjadi
sebuah kesatuan organic yang memiliki satu pusat pemerintah yang mengatur
kehidupan berdasarkan hukum dan pusat kekuasaan yang riil.
Pluralisme SARA memang diperlemah, disegregasikan, , dan dibuat terfragmentasikan
demi kepentingan Belanda. Kemudian upaya-upaya mansipasi SARA pun terjadi dalam
peristiwa Sumpah pemuda 1928 dan proklamasi kemerdekaan 1945.
5. Keadilan Sosial
Keadilan dimaksudkan untuk
menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Pilar Penegak Masyarakat Madani
- Lembaga Swadaya Masyarakat; adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas.
- Pers; merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena memungkinkannya dapat mengkritiai dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan kewarganegaraannya.
- Supremasi hukum; Setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada ( aturan ) hukum.
- Perguruan Tinggi; yakni tempat dimana civitas akademiknya ( dosen atau mahasiswa ) merupakan bagian dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih dinilai benar.
- Partai politik; merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya.
Masyarakat Madani dan Demokrasi
Masyarakat
madani atau yang disebut orang barat Civil society mempunyai prinsip
pokok pluralis, toleransi dan human right termasuk didalamnya adalah
demokrasi. Sehingga masyarakat madani dalam artian negara menjadi suatu
cita-cita bagi negara Indonesia ini, meskipun sebenarnya pada wilayah-wilayah
tertentu, pada tingkat masyarakat kecil, kehidupan yang menyangkut prinsip pokok
dari masyarakat madani sudah ada. Sebagai bangsa yang pluralis dan
majemuk, model masyarakat madani merupakan tipe ideal suatu mayarakat
Indonesia demi terciptanya integritas sosial bahkan integritas nasional.
Dalam
masyarakat madani terdapat nilai-nilai universal tentang pluralisme yang
kemudian menghilangkan segala bentuk kecendrungan partikularisme dan
sektarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat
signifikan dimana masing-masing individu, etnis dan golongan mampu menghargai
kebhinekaaan dan menghormati setiap keputusan yang diambil oleh salah satu
golongan atau individu.
Masyarakat Madani Indonesia
Secara
esensial di Indonesia membutuhkan pemberdayaaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memilioki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta
mampu menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Untuk itu dibutuhkan pengembangan
masyarakat madanin dengan menerapkan strategi pemberdayaaan sekaligus agar
potensi pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasil optimal. Strategi itu
antara lain :
1.
Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan
politik. Strategi ini berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan
bernegara yang kuat.
2.
Strategi yang lebih mengutamakan reformasi system
politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi
tidak usah menungggu rampungnya pembangunan ekonomi.
3.
Strategi yang memilih membangun masyarakat madani
sebagai basis yang kut kearah demokratisasi.
Maka
dari itu, perspektif masyarakat madani di Indonesia dapat dirumuskan secara
sederhana, yaitu membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratif, dengan
landasan taqwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa.
Ditambah legalnya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur, seperti toleransi dan
juga pluralisme, adalah merupakan kelanjutan nilai-nilai keadaban (tamaddun).
Sebab toleransi dan pluralisme adalah wujud ikatan keadaban.
OTONOMI DAERAH
Pengertian otonomi
daerah dan desentralisasi
Otonomi daerah diambil dari kata otonomi dan
daerah. Otonomi dalam makna sempit diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam
makna lebih luas diartikan sebagai berdaya. Jadi otonomi daerah dapat diartikan
sebagai kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan penganbilan
keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Juka daerah sudah mampu
mencapai kondisi daerah tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya
untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar (eksternal intervention).
Otonomi daerah erat sekali dengan
desentralisasi. Desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk
menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada public dari seseorang atau agen
pemerintah pusat kepada individu atau agen lain yang lebih dekat kepada public.
Atau bisa juga dapat diartikan sebagai pelimpahan kewenangagan dan tanggung
jawab dari pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah.
Tujuan otonomi daerah
Memasuki abad 21 ,Indonesia mengalami krisis
ekonomi dan politik. Dan memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi
dan politik di Indonesia yang dibangun cukup lama, krisis tersbut diakibatkan
oleh sistem manajemen Negara dan pemerintahan yang sentralistik. Dimana
kewenangan dan pengelolaan segala sector pembangunan berada dalam kewenangan
pemerintah pusat, sementara daerah tidak memeiliki kewenangan .
Sebagi respon dari krisis tersebut dari masa
reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi system pemerintahan yang
cukup penting yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan
antara pusat dan daerah. Paradigma lama dalam manajemen negaa dan pemerintahan
yang berporos dalam sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi
yang berpusat pada desentralisme. Dalam pada itu, kebijakan otonomi daerah
tidak dapat dilepaskan dari upaya politik pemerintah pusat untuk merespon
tuntutan kemerdekaan atau Negara federal dari beberapa wilayah yang memiliki
aset sumber daya alam melimpah namun
tidak mendapatkan haknya secara proposional kepada pemerintah orde baru.
Desentralisasi dianggap dapat menjawab
tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan kehidupan berpoltik yang efektif. Ada beberapa alasan mengapa
kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini dirasakan sangant
mendesak :
1.
kehidupan
bebebangsa dan bernegara selama ini sangat berpusat di Jakarta. Sementra itu,
pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan.
2.
pembagian
kekayaan secara tidak adil dan merata.
3.
kesenjangan
sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah satu dengan daerah lain
sangat terasa.
Adapun
tujuan dari otonomi daerah the liang Gie
sebagai berikut
a. dilihat dari sudut politik , yaitu untuk
mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang bisa pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
b. Dalam bidang politik untuk menarik rakyat
ikut serta dalam pemerintahan dan
melatih diri dalam mempergunakan
hak-hak demokrasi.
c. Dalam sudut tehknik organisatoris yaitu,
pemerintahan daerah sdlah semata-mata untuk mencapai pemerintahan yang efesien.
d. Dari sudut kultur yaitu, desentralisasi
perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat ditumpukan kepada kekhusussan
suatu daerah seperti geografi, keadaaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
e. Dari sudut kepentingan ekonomi, agar
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan
tersebut.
Beberapa argumentasi dalam memilih desentralisasi
ekonomi
a)
Untuk
terciptanya efesiensi – efektifitas penyelenggaraan pemerintah.
b)
Sebagai
sarana pendidikan politik
c)
Pemerintahan
daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
d)
Stabilitas
politik
e)
Kesetaraan
politik
f)
Akuntabilitas
politik
Visi otonomi daerah
Visi desentralisasi merupakan symbol adanya
trust (kepercayaan) dari pemerimtahan pusat kepada daerah. Visi otonomi daerah
itu dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup yang itraksinya yang utama yaitu
politik, ekonomi ,dam budaya serta sosial.
Konsep dasar otonomi daerah antaralain:
1. penyerahan sebanyak mungkin kewenangan
pemerintah dalam hubungan domestik pada daerah.
2. penguatan peran DPRD sebagai representasi
rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah.
3. pembangunan tradsi politik yang lebih
sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang
tinggi pula
4.
peningkatan
efektifitas fungsi –fungsi pelayanan eksekutif.
5.
peningkatan
efesiensi administrasi daerah
6.
pengaturan
pembagian sumber-sumber pendapatan daerah pemberian keluasan kepada daerah dan
optimalisasi upaya pemberdayaaan masyarakat.
Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam uu
no. 22 tahun 1999
1.
demokrasi
keadilan, pemerataan potemsi, dan keanekaragaman daerah
2.
otonomi
luas, nyata dan pertanggung jawab
3.
otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota
4.
sesuai
dengan konstitusi negara
5.
kemandirian
daerah otonomi
6.
meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif daerah
7.
asas
dokonsentrasi diletakkan pada daerah provensi sebagai wilayah administrasi
8.
asas
tugas pembantuan.
Kewenangan
pemerintahan pusat, provensi, kabupaten dan kota dalam uu no. 22 tahun 1999.
1.
kewenangan
pemerintahan pusat:
2.
hubungan
luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter , agama,.dan berbagai
jenis urusan yang memeng lebih efesien yang ditangani secara sentral oleh
pemerintahan pusat seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional,
administrasi pemerinntahan , badan usaha milik negara dan pengembangan sumber
daya manusia.
3.
kewenangan
pemerintahan provinsi:
·
kewenangan
bersifat lintas kabupaten dan kota
·
kewenangan
pemerintahan lainya , seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional
secara makro.
·
Kewenangan
kelautan
·
Kewenangan
yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan kota.
4.
kewenangan pemerintahan kabupaten dan kota:
·
pertanahan
·
pertanian
·
pendidikan
dan kebudayaan
·
tenaga
kerja
·
kesehatan
·
lingkungan
hidup
·
pekerjaan
umum
·
perhubungan
·
perdagangan
dan industri
·
penanaman
modal
·
koperasi
[1]
Said Aqil Husin al-Munawar, 2004, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, hal : 297.
[2]
Chandra Muzaffar, 1995, Hak Asasi Manusia dalam Tata Dunia Baru, Mizan, Bandung, hal : 31.
[3]
Said Aqil Husin al-Munawar, 2004, Op Cit, hal : 300.
[4] Abdur Rahman Saleh Abdullah, Educational Theory a
Qur’anic Out Look, Umm al-Qura University, Educational and Psychological
research, Makkah al-Mukarromah, hal : 23.
[5] Altaf Gauhar, 1978, The
Challenge of Islam, Islamic Council of Europe, hal : 176.
[6] Syekh Syaukat Hussain,
1996, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (terj, Abdul Raochim CN), Gema
Insani Press, Jakarta, hal : 54.
[7] Abdur Raheem, 1958, Principles
of Muhammad Jurisprudence, Lahore, hal : 201.
[8] Syekh Syaukat Hussain,
1996, Op Cit, hal : 55.
[9]Ibid, hal : 26.
[10] Ali Abdul Wahid Wafi,
1991, Prinsip-prinsip Hak Asasi dalam Islam, CV Putaka Mantiq, Solo, hal
:15.
[11]Sa’ad Mursy Ahmad, Saad
Ismail Ali, 1974, Tarikh at-Tarbiyah al-Islamiyah, Alam al-Kutub, Kairo,
hal : 108.
[12] Abdul Karim Utsman, Kebebasan,
Persamaan dan Keadilan dalam Perspektif Islam, dalam M. Luqman Hakim (ed),
1993, Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah gusti, Surabaya, hal : 01.
[13] Baharuddin Lopa, Op
Cit, hal : 24.
[14] Alwi Shihab, 1999, Islam
Inklusif, Mizan, Bandung, hal : 181.
[15] David Litle dkk, 1997, Kebebasan
Agama dan Hak Asasi Manusia : Kajian Lintas Kultural dan Barat, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hal : 72.
[16] Sidney Hook dkk, Hak
Asasi Manusia dalam Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, hal :xi-xii.
[17] A.A. Maududi, 1978, Human
Right in Islam, Aligarh, hal :27.
[18]Dawam Rahardjo, Ensiklopedi
al-Qur'an, Jakarta : Paramadina, 2002, cet. Ke-2, hal 440
[19]Taufiq as-Syawi, Syura
Bukan Demokrasi,(terj) alih bahasa, Djamaluddin.Z, Jakarta : Gema
Insani Press, 1997, cet. Ke-1, hal
135-136
[20]Abdullah al-Qodiri …Op.cit
hal 126-1135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar